Art Exhibition: Jakarta Biennale |
"Jakarta adalah kota yang penuh paradoks. Segala hal yang berlawananbisa tumbuh bersama."
-dikutip dari brosur Jakarta Biennale#14.2011
Aktivitas blogwalking membuat saya nyasar ke sebuah postingan blog milik seorang 'mas-mas' yang sempat mengunjungi Jakarta Biennale#14.2011. Postingan hasil jalan-jalan yang dilengkapi foto karya-karya nan artistik tersebut berhasil meracuni kami untuk menyambangi perhelatan seni rupa internasional dwi tahunan ini.
Tema tahun ini adalah "Maximum City: Survive or Escape". Cocok dengan kondisi Jakarta yang makin sesak, makin maksimum dengan berbagai persoalannya. Ada kemacetan, kriminalitas, intoleransi, krisis lingkungan dan air bersih, kekerasan dan sederet daftar panjang lainnya. Seperti kebanyakan warga Ibukota, kami juga terjebak dengan dinamika dan problematika yang sama. Survive or Escape? Entahlah, setidaknya meski awam di bidang seni, pameran ini bisa menjadi refleksi pribadi dan membuat kami jadi lebih "melek" dengan kondisi sosial-ekonomi yang terjadi di sekitar Jekardah, si Ibukota yang penuh sesak.
Maximum City: Survive or Escape?
Kami tiba di hari terakhir pameran ini diadakan, 15 Januari 2012 di Galeri Nasional. Saya dan Panda mengisi buku tamu dan menyadari bahwa mayoritas pengunjung adalah mahasiswa seni dari berbagai PTN terkemuka di negeri ini. Sebagai kaum awamers, kami seneng bisa menyaksikan pameran ini. Bukan hanya karena karya-karya seni yang unik nan nyentrik, tapi juga karena tiap karya mengandung filosofi yang dalam dan penuh makna. Here some of our favourites..
Connector by Bestrizal Besta |
Connector menggambarkan kondisi zaman sekarang dimana tiap orang saling terhubung dengan jejaring komunikasi, kapan saja dan dimana saja. Kondisi yang diikuti dengan fenomena aneh dimana makin banyak orang tenggelam dalam lilitan kabel konektor gadget mereka. Orang semakin dekat secara komunikasi tapi justru hubungan kemanusiaan antar sesama jadi semakin jauh.
The Gun Thinker - Setyo Priyo Nugroho |
Robot berwajah manusia ini memperlihatkan sosok robot sebagai senjata yang berpikir. Karya ini mungkin menyindir masa dimana batas-batas antara robot dan manusia makin pudar. Manusia jadi makin mirip robot, yang semakin kehilangan rasa manusiawinya.
Abdi Setyawan |
Kebetulan karya ini nggak ada deskripsinya, jadi kami cuma bisa berasumsi apa maknanya. Melihat anak-anak yang memegang senjata dengan wajah bengis membuat saya bergidik. Sekedar interpretasi pribadi, nampaknya ini adalah kritik tentang anak-anak masa kini yang terekspose dengan kekerasan sedari kecil.
Penghuni Rimba Ibukota - Aris Prabawa |
Penghuni Rimba Ibukota adalah manusia berkepala piranha. Bentuk sindiran atas manusia yang menjadi predator atas sesamanya. Manusia yang tega menghianati, menipu dan menyengsarakan orang lain demi kepentingannya. Sepertinya ini kritik pedas untuk berbagai kasus korupsi yang ditayangkan tiap hari di tv.
Distoptia - Cipta Croft |
Distoptia - Cipta Croft |
Stand yang dibuat oleh director kreatifitas Trans Studio keren banget. Bertemakan science-fiction dan dipenuhi dengan elemen-elemen meka-robotik. Rasanya seperti berpetualang ke masa depan di era perang robotic. Serem euy!
Berjuang Hidup - I Putu Edy Asmara |
Karya seniman asal Bali ini sungguh eye catching sesuai dengan temanya: berjuang hidup. Penduduk Ibukota ibarat manusia yang dililit oleh benang-benang problema sampai-sampai nyaris tak ada lagi ruang gerak tersisa.
Karya-karya ini cuma sebagian kecil dari sekelumit problema ibukota yang dituangkan lewat tangan-tangan penuh talenta. Ada stand milik HONF (House of Natural Fiber), mengangkat tema ekosistem dengan deretan aquarium yang berisi lobster dan water plant dilengkapi LCD screen. Scree ini menampilkan protozoa yang bergerak kian-kemari, mikroorganisme yang tak terlihat tapi berkontribusi pada kehidupan. Mereka menyebutnya plankton, tapi dugaan saya sih ini kerabat si Paramecium. Kemanapun pergi selalu saja ada hal-hal berbau biologi, bahkan microorganism bisa masuk ke galeri seni.
Its an another great experience. So, survive or escape?
Galeri Nasional, Central Park, Taman Ismail Marzuki.
15 Desember 2011 - 15 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan jejak..