Selasa, 29 Mei 2012

Little Heaven @Balangan beach, Bali


breathtaking view of Balangan Beach


welcome to Balangan beach




He looks very happy, doesn't he?




Sabtu, 19 Mei 2012

Mari coba masakan Korea..


Di suatu siang yang absurd di bulan April lalu, saya dan Panda sedang kebosanan menunggu kedatangan travel Cipaganti di Cibubur Times Square. Hujan baru saja usai meninggalkan hawa dingin yang mengguncang perut kami yang masih kosong. Kamipun berkeliling di area itu sambil berharap menemukan tempat makan yang tepat. 

Hujan sudah kelar, petir juga nggak ada, tiba-tiba tangan Panda menunjuk ke sebuah restoran Korea. I’m a bit shock! Pertama, nggak ada satupun dari kami yang pernah makan masakan Korea. Dua, satu-satunya menu yang saya tahu cuma sayuran hasil fermentasi bernama kimchi, itupun hasil dari nonton sinetron Korea. Tapi tetep, dengan pengetahuan yang serba terbatas DuoPanda melenggang masuk ke restoran Soyanggang.

Investigasi Menu..
Ruang makan di restoran ini terdiri atas bilik-bilik kecil. Di tiap bilik ada sebuah meja pendek dan beberapa kursi, sekilas seperti tempat lesehan di pemancingan ikan. Bedanya kursinya dilengkapi sandaran dan di bawah mejanya terdapat lubang untuk menaruh kaki. Jadi nggak bisa dibilang lesehan juga sih. 

gaya lesehan ala Korea
Seorang waitress datang bersama buku menu yang ditulis dalam 3 bahasa: Korea, Inggris dan Indonesia. Bermenit-menit kami habiskan untuk menginvestigasi si mbak ini untuk mendapatkan rekomendasi masakan yang mesti kami order. Panda nyaris mengorder Samgyetang, sup ayam muda utuh yang dimasak dengan ginseng. Karena ragu-ragu, kami akhirnya menjatuhkan pilihan pada Samgyupsal yaitu irisan daging babi tanpa bumbu yang dibakar dengan arang. Harga seporsinyapun lumayan, Rp. 90.000. Namanya juga nambah pengalaman kuliner. Jadi kami share seporsi ini untuk berdua ditambah dengan nasi. 

Tragedi Kimchi..
Tak lama kemudian datanglah ocha, teh tawar ini disajikan dingin dan gratis untuk kami berdua. Disusul 12 cawan kecil side dish gratisan lainnya yang disebut banchan. Menu banchan ini terdiri dari kimchi yang terbuat dari sawi dan lobak, taoge rebus, asinan lobak, sejenis tumisan bihun dan sayuran-sayuran lainnya. Mulanya kami senyam-senyum karena dapet banyak banget menu gratisan, until I made a big mistake

bingung pilih banchan..
Bukannya mulai dari menu yang terlihat ringan, saya langsung aja menyuapkan kimchi dari sawi putih berlumur saus merah itu ke dalam mulut. Bener-bener rasa yang asing buat lidah saya. Pertama terasa pahit, pedas lalu asam diikuti aroma langu nan tajam yang tertahan di mulut.

kimchi
Melihat roman wajah saya, Panda memutuskan untuk nggak melakukan hal yang sama, curang dia. Btw, saya tidak bermaksud mendiskreditkan perihal kimchi ini, mungkin memang lidah saya yang kampungan atau mungkin kami mesti nyoba versi aslinya di Korea sana hehehe..

Babi bakar arang = Samgyupsal
Setelah tragedi kimchi sawi itu berlalu, seorang waiter masuk sembari menjepit loyang bulat berisi briket arang yang sudah menyala. Ia menempatkan briket ini di dalam pemanggang yang menyatu dengan meja. Seketika bilik kecil kami terasa lebih hangat dan dipenuhi asap. Ia kemudian mengaktifkan tabung penghisap asap yang lumayan berisik. Seorang waitress bergiliran masuk membawa senampan daging babi mentah yang sudah diiris tipis. Daging ini bener-bener polos tanpa bumbu apapun. Dipanggangnya lembaran-lembaran tipis itu bersama jamur didepan kami. Inilah seni kuliner Korea, cara memasaknya pun sangat menarik. Setelah tingkat kematangannya pas, lembaran daging itu dipotong kecil-kecil dan disajikan di sebuah mangkuk. 

cooking Samgyupsal
Setelah arang panas itu disingkirkan dari meja dan kami siap makan, mbak-mbak waitress kembali membawa dua buah saus dan sebuah keranjang berisi sayuran mentah. Sambil terheran-heran saya menatap keranjang itu, menatap ke arah Panda, balik lagi menatap keranjang itu. Apa yang mesti kami buat dengan sekeranjang selada mentah, daun perilla  (semacem daun mint), bawang putih mentah dan lombok ijo segede gaban ini? 

Samgyupsal versus Perilla leaves

Rupanya ada dua cara untuk makan Samgyupsal ini. Cara pertama, daging dibungkus dengan daun-daunan ini, boleh ditambah kimchi, bawang putih bersama saus ssamjang yang rasanya pedes dan aromanya cukup tajam. Cara kedua, daging cukup dengan dicelup dengan saus gireumjang yang cenderung manis. Mana yang kami pilih? Sudah jelas keranjang sayuran mentah itu sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Kami hajar semangkuk Samgyupsal ini bersama nasi dan saus manisnya. Kata Panda, “enak, empuk, sayangnya kurang banyak...”. Nasinya pun enak dan kenyal. Untung aja cara kedua ini cocok dengan selera kami.

  
Btw, total damage Rp. 150.000 after tax. Harga yang lumayan memang, tapi setimpal dengan pengalaman kuliner yang bener-bener unik..

Jumat, 18 Mei 2012

Nonton IMAX di Negeri Orang..

Teater Keong Mas TMII adalah pengalaman perdana kami nonton dengan layar IMAX. Sekalipun yang ditonton adalah film anak-anak dan tampilan screennya kurang tajam tapi kami cukup terkesan dengan layar raksasa dan sound systemnya yang bikin adegan dikejar-kejar dinosaurus jadi nampak lebih menegangkan dan mengerikan. Sejak itu saya jadi kepingin nonton film bioskop dengan layar segede itu.

courtesy to loupdargent.com
Sebulan yang lalu saya dan Panda membahas soal Cinema XXI IMAX yang baru dilaunching di bulan Mei di Gandaria City. Film perdananya adalah The Avanger yang bercerita tentang perang antara kumpulan para superhero melawan dewa. Si ijo Hulk, Iron Man dan Captain America adalah kombinasi yang aneh, however satu superhero aja sudah seru apalagi ada banyak. 

Masalahnya Gandaria City di Kebayoran ini lumayan jauh dari Depok. Naik Commuter Line aja mesti transit di Tanah Abang segala, it might took more than 2 hours from Depok depends on the train schedule. Naik motor Panda pasti ogah, jauh dan lagi musim hujan. Pinjem mobil juga males kena macet, naik taxi kemahalan! Setelah browsing ternyata tiketnya pun mahal, Rp. 100.000 pas weekend! Belum lagi launching barang baru di Jakarta gini pasti bakal berebut sama banyak orang. Semuanya terlalu merepotkan kalau cuma buat nonton bioskop. So, let just keep it for someday..

GSC Maxx @Berjaya Time Square

GSC Maxx
 Thanks God! Biarpun belum kesampean nonton cinema IMAX di negeri sendiri, ternyata malah kesampaian di negeri orang. Kemarin di sebuah trip dadakan ke Kuala Lumpur dan hasil browsing yang nggak jelas, kami menyempatkan diri ke Berjaya Time Square. Kabar baiknya dari KL Sentral kami cuma butuh 15 menit naik MRT ke stasiun Imbi yang menghubungkan 2 mall sekaligus: Berjaya Time Square dan Berjaya Mall. Ticket farenya nggak sampai RM 3 alias kurang dari Rp. 10.000/orang. 

Setelah tanya sana-sini, mall ini punya dua cinema di lantai berbeda. Ternyata IMAX disini sudah nggak ada dan diambil alih oleh managemen GSC, tapi mereka punya layar besar juga di lantai 10. Nama IMAX pun diganti jadi MAXX cinema. Film yang diputarpun sama: The Avangers, again, thanks God. Sayang sekali The Avangers 3D baru tayang jam 9 malem, akhirnya kami nonton versi 2D yang tayang jam 6 sore. 


largest digital hall in Malay
Kejutan lainnya, kami dah menyiapkan diri untuk membayar at least RM 50 untuk berdua. Ternyata harganya cuma RM 13 per orang di hari Jumat. Konversikan ke rupiah, maka kurang lebih harganya Rp. 39.000,-. Ini bahkan 1000 perak lebih murah dari tempat nonton kami biasanya di XXI Margocity, Depok. Cinema dengan screen selebar 23 m diklaim sebagai the largest digital hall in Malaysia. Dengan harga sama dengan nonton di bioskop biasa di Indo, it worth to do lah.. 


courtesy of TianChad.com

Kami duduk di posisi tengah, agak atas, perfect posision. Karena nonton versi 2D, jelas nggak perlu pakai kacamata 3D itu. Hallnya memang besar dengan kapasitas 555 seats termasuk beberapa kursi untuk pemakai kursi roda. Two tumbs for this. Layarnya memang gede dan gambarnya jernih. Soundnya much much better, not the best one tapi tetep berhasil bikin saya terkaget-kaget. Anehnya, penontonnya kurang dari sepertiga kuota dan nggak ada translationnya. No big deal lah, toh kalau diterjemahin ke bahasa malaypun kami juga nggak ngerti. 

Overall filmnya oke, bioskopnya pun oke. Adegan terbang si Iron Man, waktu Thor jatuh dan si Hulk yang membabi buta keliatan lebih nyata dan menggelegar. Film yang keren. Sebenernya pengen juga nonton Man In Black 3 versi real 3D, but we dont have enough time for this. Pengalaman nonton bioskop di negeri orang ternyata menyenangkan juga. Can only dreaming we had cheaper price in Jekerdah.


Berjaya Times Square, theme park.
Fyi, di dalam Berjaya Times Square ini juga ada indoor theme park. Foto ini diambil dari depan GSC Maxx. Roller coasternya keliatan mengintimidasi banget, cocok untuk yang ingin jejeritan, sebelum-atau-sesudah nonton. Hihihi.. 
 

Kamis, 17 Mei 2012

Berburu kuliner murah di Kuala Lumpur

Sebelum pergi ke suatu tempat, biasanya kami menyempatkan diri melakukan riset kecil-kecilan. Untuk urusan perut, minimal harus bikin list what-to-eat. Kecuali untuk trip ke Kuala Lumpur kemarin yang bener-bener dadakan. Definisi dadakan itu: tiket penerbangan baru dibeli sehari sebelum keberangkatan. Sounds crazy, right? Ide konyol ini dicetuskan oleh Panda yang dalam kondisi overload dengan kerja kantornya. 

Singkat cerita meski minim riset, dalam 4 hari kami di Ibukota Malaysia itu  kami  menjajal kuliner lokal dengan harga yang ramah di kantong. Asumsikan 1 ringgit = 3000 rupiah, maka banyak kebanyakan menu dibawah ini senilai Rp. 15.000-30.000/porsi. Beberapa menu sedikit lebih mahal tapi porsinya cukup untuk dimakan berdua. Makan murah, yuk mari.. 

Main Course
1. Roasted Chiken Rice
Menu favorit saya. Chiken Rice disajikan berupa nasi yang dimasak dengan kaldu, plus potongan ayam hainan panggang yang gurih dan berminyak. Disajikan dengan semangkuk kecil sambal yang maknyus, potongan mentimun dan semangkok sup kaldu. Harga RM 4.5 di kedai kopi di Chinatown maupun di Petaling street night market. 


2. Roasted Pork Rice
Mirip dengan Chiken Rice, bedanya Pork Rice disajikan dengan potongan daging dan lemak babi yang dipanggang yang gurih dengan saus yang cenderung manis. Harga seporsi RM 5.5 di Petaling street night market (Chinatown). 

3. Pork Mee
Kalau dilihat sekilas mirip mie kocok Bandung, bedanya Pork Mie ini menggunakan mie basah yang lebih besar, kuah yang lebih berlemak-berminyak dan diperkaya daging dan jeroan babi. Rasanya gurih banget. Harga seporsi di sebuah kedai kopi di Petaling Street RM 4.5 (small) dan RM 5.5 (large). 


4. Chiken Ho Fun
Ho Fun seperti kwetiaw bening dari tepung beras yang ditumis agak "nyemek" dengan sedikit kuah. Toppingnya irisan ayam hainan rebus, disajikan bersama semangkuk sup kaldu. Semula rasanya cuma sedikit manis dan agak hambar, setelah dituang kaldu baru berasa gurihnya. Berbeda dengan versi Singapore, Ho Fun ini mungkin lebih mirip versi Ipoh. Harga seporsi di sebuah kedai kopi di Petaling Street RM 4.5 (small) dan RM 5.5 (large).

5. Nasi Lemak (original)
Menu ini barangkali paling dikenal luas. Seporsi nasi lemak terdiri dari semangkuk nasi yang dimasak dengan santan, telur rebus, sepotong ayam goreng, ikan bilis goreng, kacang tanah goreng, irisan timun dan sambal. Harga RM 7.5 di food court Berjaya Times Square, sedikit lebih mahal dari versi kedai kopi. Tapi kami sempet lihat ada nasi lemak bungkus daun pisang yang murah banget di daerah Chinatown, harganya mulai RM 1,2!


6. Nasi Lemak Penang
Kami juga baru tahu kalau nasi lemak punya beberapa versi. Nasi lemak penang yang kami cicipin ini terdiri dari nasi yang dimasak dengan santan, ikan goreng, udang yang dimasak assam, sambal ikan bilis dan sambal belacan. Definitely delicious! Panda lebih suka nasi lemak versi Penang ini. Harga RM 10.50 di cafe Little Penang, Suria KLCC.

7. Grilled Sting Ray
Jenis kuliner ini nggak lazim buat kami. Kami bertemu dengan menu ikan pari bakar ini secara tidak sengaja di jalan Alor, pusatnya kuliner Kuala Lumpur. Grilled sting ray ini dagingnya lembut, nggak amis karena di bumbu dan sambalnya kaya aroma jeruk nipis. Bumbu pedasnya juga nendang. Harga RM 20 di Chu Cha restaurant, porsinya bisa buat berdua.


8. Char Siew
Menu yang Panda banget. Char Siew atau babi panggang merah atau pork BBQ ini diiris tipis-tipis, disajikan bersama potongan timun, nasi dan saus yang rasanya asam-manis. Kadang Char Siew ini juga disajikan bersama mie. Harga seporsi RM 5.5 di kedai kopi di Petaling Street. Murmer mantab!

9. Char Kuey Teow
Char kuey teow bisa disimpulkan dalam dua kata: must-try! Menu khas Penang ini berupa kwetiaw beras yang ditumis dengan telur bebek, taoge, kucai, kerang dan udang. Topingnya adalah daging kepiting. Memang agak terlalu oily, tapi rasanya lembut, gurih-manis, pokoknya nendang dan bikin ketagihan. Harga seporsi RM 10.5 di Little Penang, Suria KLCC.

10. Vegetable 
Entah kenapa harga sayuran disini lebih mahal ketimbang seporsi nasi dan lauknya. Karena butuh asupan serat, kami sempet mencicipi beberapa sayur yang umumnya ditumis sebentar dengan bumbu sederhana, rasanya masih "krenyes-krenyes" but delicious enough! Harga mix vegetable yang mirip cap cay ini RM 8 di petaling street night market. Begitu juga stir fried baby kailan with garlic ini juga seharga RM 8 di Chu Cha restaurant di jalan Alor.  


11. Pizza
Baru kali ini kami bela-belain datang ke bar cuma untuk makan Pizza. Saking kepinginnya sama keju, kami melenggang ke Reggae Bar Kuala Lumpur lalu duduk di teras luarnya sembari memesan pizza dan air mineral. Sementara di dalam bar, para bule sibuk bersosialisasi ditemani hentakan musik reggae dan alkohol. Untungnya pizza 8 sliced seharga RM 19.5 ini sesuai ekspektasi. Adonannya tipis-renyah dengan topping beef bacon, full keju mozzarella dan mengenyangkan. Lovely pizza, tapi selesai makan langsung ngacir..  


12. Fast Food
Biasanya fast food jadi opsi kami yang paling akhir, tapi lantaran belum makan siang kami beli paket KFC di LCCT sambil menunggu penerbangan pulang. Lagian duit tinggal 22 ringgit sementara cafe lain kelihatannya mahal. 

Jadilah kami share paket KFC senilai RM 17 yang berisi 2 potong crispy chiken, 1 cup pepsi cola dan menu pelengkap lainnya. Saya dan panda pun berbagi ayam meski tanpa nasi. Rasa KFC di Malay tentu beda dengan versi Indo, sudah disesuaikan rasanya. Kalau boleh pilih, we prefer local dish for sure lah..  


finally..
Ini adalah 12 menu kuliner murmer yang kami jumpai di Kuala Lumpur. Postingan selanjutnya bakal berisi jajanan murmer di KL. Travel more, eat more! :)

Rabu, 02 Mei 2012

Rumah Keramik F. Widayanto, Depok

Rumah Keramik Tanah Baru
Sebagai salah satu kota satelit Jakarta, Depok adalah kota yang sibuk. Kebanyakan penduduknya bekerja atau kuliah di Jakarta juga. Saking sibuknya ada saja angkot yang bersliweran selama 24 jam, taxi yang siap antar kapan saja sampai tukang roti bakar yang buka hingga jam 3 pagi. Percaya atau nggak, menjelang jam setengah 5 pagi, jalan depan rumah sudah  mulai padat mendekati macet.

Dulu tiap pagi saya ikut uyel-uyelan (=berdesak-desakan) di dalam kereta commuter line. Meski berangkat dari stasiun Depok Lama, stasiun pertama Depok belum tentu dapet tempat duduk, padahal jam belum juga menunjuk pukul setengah enam pagi! Huff, untung rutinitas itu nggak berlangsung lama.. 

Tapi kalau bicara soal wisata, kota Belimbing Dewa ini bisa dibilang relatif sepi. Ujung-ujungnya "wisata mall" ke ITC Depok dan Margocity, atau "wisata perut" di sepanjang jalan Margonda. Setidaknya itu pikir saya dulu, sampai akhirnya menonton liputan tentang Rumah Keramik F. Widayanto yang berlokasi di Tanah Baru, Curug, Depok. Diam-diam Depok punya potensi wisata lain juga..

Rumah Maestro keramik Indonesia
Rumah Keramik F. Widayanto ini juga biasa disebut Rumah Keramik Tanah Baru, karena lokasinya memang di daerah Tanah Baru, kecamatan Beji, Depok. Rumah dengan konsep open house ini adalah rumah tinggal seorang maestro keramik Indonesia  F. Widayanto yang "disulap" jadi semacam mini galeri untuk karya-karyanya. 

Untuk mencapai Rumah Keramik, dari Jl. Margonda kami biasa naik kendaraan ke arah Jl. Raya Sawangan, sampai di pertigaan RS Bhakti Yudha belok ke kanan. Jalan ini menuju Tanah Baru, tinggal lurus terus sampai ketemu perempatan yang ada tugu Tanah Baru di tengahnya. Setelah ketemu tugu, belok kanan pelan-pelan, Rumah Keramik ini ada di kiri jalan tepatnya di jl. Curug Agung nomer 1. 

Seni di tiap sudut rumah
Kalau dihitung saya dan Panda sudah tiga kali mengunjungi Rumah Keramik ini. Belum bosan juga dan selalu saja nemuin sudut baru yang menarik untuk dicapture. Kunjungan ketiga ini dalam rangka merayakan farewell party sohib kuliah kami, si Vini yang hendak hijrah ke Surabaya untuk menyusul sang calon suami.  Karena ini request sang mbak manten, jadilah DuoPanda jadi guide kesana bersama Lina yang sohib sejak jaman kuliah juga dan Mbak Harsi,  temen jalan yang juga pakar jeprat-jepret. Komplit dah perlengkapannya sampai bawa tripod segala supaya semua bisa dijepret.

Kami baru sampai di depan pagar saja atmosfernya seketika berubah. Rumah Keramik ini terdiri atas rumah utama, beberapa rumah panggung yang disewakan, sebuah pendopo yang berfungsi sebagai restoran, sebuah galerr shop dan ditengah-tengahnya adalah tropical garden yang cuantik. Kepungan pepohonan membuat area ini terasa sejuk dan asri ditambah sentuhan artistik di tiap sudut membuat seolah kita lagi di sebuah desa di Ubud. Can you imagine? Seketika hiruk-pikuk kota Depok pun terlupakan.



Rumah Keramik F. Widayanto 
Jl. Curug Agung no. 1, Tanah Baru
Kecamatan Beji, Depok. 
telp. (021) 775 7685, 775 7686
Open Hour 
09.00-16.00
HTM
Rp. 10.000,-