Di suatu siang
yang absurd di bulan April lalu, saya dan Panda sedang kebosanan menunggu kedatangan travel Cipaganti
di Cibubur Times Square. Hujan baru saja usai meninggalkan hawa dingin yang mengguncang perut kami yang masih kosong. Kamipun
berkeliling di area itu sambil berharap menemukan tempat makan yang tepat.
Hujan sudah kelar, petir juga nggak ada, tiba-tiba tangan Panda menunjuk ke sebuah restoran
Korea. I’m a bit shock! Pertama, nggak
ada satupun dari kami yang pernah makan masakan Korea. Dua, satu-satunya menu
yang saya tahu cuma sayuran hasil fermentasi bernama kimchi, itupun hasil dari nonton
sinetron Korea. Tapi tetep, dengan pengetahuan yang serba terbatas DuoPanda melenggang masuk ke restoran
Soyanggang.
Investigasi Menu..
Ruang makan di
restoran ini terdiri atas bilik-bilik kecil. Di tiap bilik ada sebuah meja
pendek dan beberapa kursi, sekilas seperti tempat lesehan di pemancingan ikan.
Bedanya kursinya dilengkapi sandaran dan di bawah mejanya terdapat lubang untuk
menaruh kaki. Jadi nggak bisa dibilang lesehan juga sih.
Seorang waitress
datang bersama buku menu yang ditulis dalam 3 bahasa: Korea, Inggris dan
Indonesia. Bermenit-menit kami habiskan untuk menginvestigasi si mbak ini untuk
mendapatkan rekomendasi masakan yang mesti kami order. Panda nyaris mengorder Samgyetang, sup ayam muda utuh yang
dimasak dengan ginseng. Karena ragu-ragu, kami akhirnya
menjatuhkan pilihan pada Samgyupsal
yaitu irisan daging babi tanpa bumbu yang dibakar dengan arang. Harga
seporsinyapun lumayan, Rp. 90.000. Namanya juga nambah pengalaman kuliner.
Jadi kami share seporsi ini untuk berdua ditambah dengan nasi.
gaya lesehan ala Korea |
Tragedi Kimchi..
Tak lama
kemudian datanglah ocha, teh tawar ini disajikan dingin dan gratis untuk
kami berdua. Disusul 12 cawan kecil side
dish gratisan lainnya yang disebut banchan. Menu banchan ini terdiri
dari kimchi yang terbuat dari sawi dan lobak, taoge rebus, asinan lobak,
sejenis tumisan bihun dan sayuran-sayuran lainnya. Mulanya kami senyam-senyum
karena dapet banyak banget menu gratisan, until
I made a big mistake.
bingung pilih banchan.. |
kimchi |
Babi bakar arang = Samgyupsal
Setelah tragedi kimchi sawi itu berlalu, seorang waiter masuk sembari menjepit loyang bulat
berisi briket arang yang sudah menyala. Ia menempatkan briket ini di dalam
pemanggang yang menyatu dengan meja. Seketika bilik kecil kami terasa lebih hangat dan dipenuhi asap. Ia kemudian mengaktifkan tabung penghisap asap yang lumayan berisik. Seorang
waitress bergiliran masuk membawa senampan daging babi mentah yang sudah diiris
tipis. Daging ini bener-bener polos tanpa bumbu apapun. Dipanggangnya
lembaran-lembaran tipis itu bersama jamur didepan kami. Inilah seni kuliner
Korea, cara memasaknya pun sangat menarik. Setelah tingkat kematangannya
pas, lembaran daging itu dipotong kecil-kecil dan disajikan di sebuah mangkuk.
cooking Samgyupsal |
Rupanya
ada dua cara untuk makan Samgyupsal ini. Cara pertama, daging dibungkus dengan
daun-daunan ini, boleh ditambah kimchi, bawang putih bersama saus ssamjang yang rasanya pedes dan aromanya
cukup tajam. Cara kedua, daging cukup dengan dicelup dengan saus gireumjang yang cenderung manis.
Mana yang kami pilih? Sudah jelas keranjang sayuran mentah itu sama sekali
tidak bergerak dari tempatnya. Kami hajar semangkuk Samgyupsal ini bersama nasi
dan saus manisnya. Kata Panda, “enak, empuk, sayangnya kurang banyak...”. Nasinya pun enak dan kenyal. Untung aja cara kedua ini cocok dengan selera kami.
Btw, total damage Rp. 150.000 after tax. Harga yang lumayan memang, tapi setimpal dengan pengalaman kuliner yang bener-bener unik..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan jejak..