Rabu, 25 Mei 2011

Taman Margasatwa Ragunan: Numpang Lewat


Explorasi kami di Taman Margasatwa Ragunan (26/3/2011) cukup singkat, bisa dibilang cuman numpang lewat saja. Soalnya the main agenda sebenarnya ke Pusat Primata Schmutzer yang letaknya masih di area Ragunan

Kami berangkat dari Depok via angkot Kijang Miniarta 04 (cokelat) jurusan Depok-Ps. Minggu, turun di halte depan Stasiun Tanjung Barat. Sedikit lambaian tangan, dan *burung biru* siap mengantar kami menuju TM. Ragunan melalui pintu utara.

Kurang dari Goceng
Ini pertama kalinya kami berdua ke TM. Ragunan, dan cukup terkejut dengan HTM yang cukup murah, Rp. 4000/pax  plus asuransi Rp. 500. Tapi dengan harga kurang dari goceng (=5000) jangan harap dapet peta gratis, harganya saja hanya 1/15 HTM Taman Safari di Cisarua, Bogor. Satu-satunya denah lengkap Ragunan kami temukan terpatri di sebuah plang dan terlalu kecil untuk dibaca dari kamera digital. Alamat nyasar kesana kemari.. 

Denah Ragunan

Ragunan ini lumayan teduh, banyak pepohonan namun agak semrawut karena banyaknya pedagang keliling ditambah jejeran warung makan dan kios boneka binatang. Kesan kedua saya, penuh dengan rombongan yang piknik diatas rumput, sisanya sibuk bersliweran dengan sepeda sewaan dan bahkan joging.   

Satwa yang pertama kami datangi adalah sekawanan burung Pelikan yang cantik di kolam yang punya patung Gajah. Entah apa korelasi Pelikan dengan Gajah? Selanjutnya kami mendapati beberapa kandang kecil yang menyedihkan tanpa penghuni. Next target: Komodo.

Kolam Pelican
Kami rela disesatkan oleh papan-papan penunjuk arah yang 'gak jelas untuk menyaksikan kegagahan kadal raksasa kebanggaan Indonesia itu, hingga menemukannya di atas semacam bukit mini di sebelah kandang gajah, teronggok diam sampai sempat saya kira batangan kayu. Mereka sangat pasif, jauh dari kesan ganas dan sejujurnya tidak sebesar yang biasa ditayangkan di TV.

Sepasang bule nekat memanjat pagar untuk bisa menjepret Komodo dengan kamera telenya yang canggih. Kasihan sekali, jauh-jauh terbang ke Indonesia untuk lihat Komodo lapuk, gumam saya dalam hati. Semoga suatu saat kami dapat kesempatan untuk lihat langsung di pulau Komodo.  


Untung Gajah ‘gak Bisa Demo..
Hewan terakhir yang kami tengok selepas dari Pusat Primata Schmutzer adalah Gajah. Ada seekor gajah yang menarik perhatian karena sudah tua, kurus, tak lagi bergading dan kurang terawat. Ada semacam benjolan aneh di kaki kanan bagian depan. Kandangnya pun sungguh minimalis: kotak kecil (untuk ukuran Gajah) yang gersang dengan naungan sederhana dan dikelilingi parit berair yang cukup dalam. Dari matanya, si Gajah tua ini nampak sedih dan lapar, kasian sekali. Untung Gajah, dan hewan-hewan lainnya gak bisa demo, kalau bisa ntah apa saja yang bakal mereka protes. 
Gajah yang memelas
Saya inget Papa seringkali protes berat kalau orang rumah telat kasi makan Panchi, anjing kami (sekarang sudah alm). Padahal kalo anaknya belon makan, doi cuek aja. Katanya sih karena “si Panchi kan gak bisa ambil makan sendiri, kalo kamu kan bisa”. Maknanya sih, memelihara hewan itu gak boleh asal-asalan, butuh komitmen dan tanggung jawab karena mereka mahluk ciptaan Tuhan juga. 

Bukan tempat piknik biasa
Biar dibilang kurang terawat, TM. Ragunan memiliki fungsi vital sebagai taman wisata murah. Ragunan masih menjadi primadona warga Jabodetabek di kala libur. Bahkan tidak sedikit yang memanfaatkan Ragunan sebagai arena untuk berolahraga. Iya, mereka sengaja bersepeda dan lari santai di area Kebun Binatang. Hal mungkin merupakan indikator masih minimnya ruang publik bagi masyarakat, dan memang tidak banyak opsi obyek wisata yang family friendly dan terjangkau di Jakarta.

Kita cuma bisa berharap agar Ragunan bukan hanya mementingkan fungsi wisatanya sebagai tempat piknik keluarga, apalagi sekedar tempat untuk joging. Walaupun hal itu pun bukan dosa, dan tidak dilarang, hehe.. Seyogyanya, Kebun Binatang Ibukota ini bisa memaksimalkan fungsi edukasi lingkungan & konservasinya, juga memperbanyak penelitian dan berkontribusi dalam kemajuan usaha penyelamatan satwa di Indonesia. 

Mungkin kalau dioptimalkan, wisatawan Mancanegarapun bakal kemari untuk menyaksikan satwa-satwa Indonesia yang eksotis dan tidak ada di negara mereka. Contohlah negara tetangga kita, Singapore yang mungil itu memiliki Singapore Zoo yang diklaim sebagai satu dari 10 Kebun Binatang terbaik dunia.

Begitulah plesir singkat kami di TM. Ragunan. Kalau mau exploring sepenuhnya sebaiknya sewa saja sepeda Polygon Rp. 15.000/jam untuk mengitari areal seluas 140 hektar ini. Lain waktu bisa dicoba..       

Morale of the story: You get what you pay for

Taman Margasatwa Ragunan
Jl. Harsono RM. 1, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Telp. . 021-7805280, 7806975, Fax. 7805280
Jam Operasional
Everyday of the year        7.00-17.00 WIB
HTM
Adult             Rp.   4.000
Children        Rp.   3.000
Assurance     Rp.      500
Bus/truk       Rp. 10.000
Mobil             Rp.   5.000
Motor            Rp.   5.000


Senin, 16 Mei 2011

Planetarium: Gagal lihat bintang, berakhir nonton Film Jadul.



Kali ini saya bener-bener browsing supaya kejadian konyol di Monas gak terulang kembali. Panda pun udah tanya-tanya ke temen tentang rute ke Planetarium Jakarta. 

Sehari sebelum berangkat, saya sempet telpon CS Planetarium untuk tanya agenda film yang diputar di Teater Bintang mereka. Gak diangkat dan gak ada feeling apapun. Barangkali kami over excited saking kepinginnya melihat hamparan angkasa di Teater Bintang.      

Kejutan Pertama: Ini sih lebih dari sekilo..!

Akhirnya hari Sabtu, 19 Maret 2011 kami mantap jalan ke Planetarium di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM). Berangkat via KRL- AC Ekonomi dari stasiun Depok Lama (Rp. 5.500/pax), dan turun di stasiun Cikini. 

Panda diwanti-wanti untuk gak naik M.17 jurusan Ps Senen-Manggarai (takut copet katanya). Kami jalan aja karena menurut info Planetarium kurang dari 1 KM dari stasiun. 
 
Gak seberapa lama kami tanya arah ke seorang ibu-ibu pejalan kaki yang menunjukkan ke arah kanan. Kami cross check ke bapak-ibu pemilik warung, dan mereka menunjuk ke arah sebaliknya, sesuai rutenya M17. Ikutlah kami sesuai info kedua.

Setelah berhujan-hujan ria dan sedikit ribut masalah payung, sampai juga kami di komplek Taman Ismail Marzuki (TIM). Tapi ini sih lebih dari sekilo! Sementara M.17 melintas di depan mata kami, lewat persis di depan TIM. Hiks. 

Kejutan Kedua: Gagal lihat bintang

Observatorium
Kejutan kami kedua: membaca secarik kertas yang ditempel di pintu kaca yang gelap bersama kerumunan ABG yang sama kecewanya. Isinya simple: Planetarium tutup karena proyektor rusak! Tanpa penjelasan sejak kapan pengumuman itu direlease, dan kapan pula sembuhnya itu proyektor. Gedung itu bener-bener gelap, terkunci, dan gak ada satupun pegawai yang masuk. Bah, enak kali..!

Sambil mengoles Voltaren di betis yang lumayan pegel, kami ngobrol dengan seorang wartawan-yang-lebih-malang-daripada-kami karena beliau hari ini mau meliput tentang Planetarium. 

Perbincangan singkat itu gak sia-sia karena kami dapat info, di kompleks TIM ini sedang ada event “Bulan Film Nasional 2011”. Kurang lebih acaranya pemutaran film-film Indonesia pilihan dari tahun 1950-2011, for free pula. Mula-mula sih kami cuek-cuek aja denger info tersebut, dan pilih keliling-keliling TIM.

Display sejarah performance Teater Koma 1977-2011
Rupanya di Graha Bakti Budaya, Pusat Kesenian Jakarta, TIM juga sedang ada pagelaran dalam rangka ultah Teater Koma: ‘Sie Jin Kwie Kena Fitnah’. Sayang sekali acaranya jam 19.30, dan sampai entah berapa jam. Kami gak bisa ambil resiko ketinggalan kereta. Hiks.  Lalu hujan tiba-tiba saja mengamuk..

Di kompleks TIM ini banyak banget tempat makan, dari yang model warung sampe ala café. Karena belum sempet sarapan, akhirnya kami nyicip soto lamongan (Rp. 18.000/porsi) sambil menatap derasnya hujan.  

Kejutan Ketiga: Film Jadul yang mengesankan
Dengan kondisi yang serba sulit begini, pilihan satu-satunya cuma berimprovisasi! Modal iseng, kami menyambangi Kineforum (masih di kompleks TIM) yang menggelar event "Bulan Film Nasional 2011". Sedikit menunggu karena loket baru dibuka sejam sebelum penayangan, kali ini no protes lah, gratis soalnya. Kami sempet ngobrol dengan seorang ibu-ibu dari Aceh yang sedang studi lanjut di IKJ, dan dengan semangat menawari saya kuliah di sana. Maap bu, satu-satunya keahlian seni saya adalah melukis abstrak di atas bantal, pake iler pula. hehehe..

Film yang kami tonton berjudul "Neraca Kasih" garapan tahun 1982,(kami berdua belum lahir) bergenre drama keluarga. Studio Kineforum ini cukup nyaman, dingin dan kapasitas hanya 45 kursi. Sesaat sebelum film mulai, Panda sempat berbisik "Nanti kalau filmnya jelek, kita kabur ya...". 
Sejarah adalah Sekarang 5

Singkat cerita, perasaan saya campur aduk. Pertama geli, melihat properti film era 80'an: sepatu sekolah yang mirip sepatu balet, mobil jadul sampe rambut mekarnya Meriam Belina ketika remaja. Kedua, terkesan. Film ini apa adanya, tanpa memamerkan keindahan alam Indonesia, benar-benar mengandalkan jalan cerita.

Neraca Kasih kurang lebih bercerita tentang polemik seorang anak yang sepeninggal ayahnya seolah mesti memilih harus tumbuh dengan cara ibunya (Medan) yang seorang ibu rumah tangga atau budhenya (Jawa) yang seorang wanita karir. Great film, saya bisa ikut merasakan kegalauan si anak. Jalan ceritanya nyaris tak tertebak, dan saya salut karena pesan moralnya begitu kuat. Seandainya film Indonesia di masa kini bisa sebagus ini..

Kejutan Keempat: Steak enak di TIM 

Setelah melewati kegilaan hari ini kami menghibur diri di Galeri Café & Resto, masih di area TIM. Kami duduk di area outdoor dining area, lalu Panda pesan Beef Cordon Bleu (60k), saya pesan Chicken Cordon Bleu (55k). Steak disini lumayan, dagingnya dicincang lalu dibentuk bulat, keju dan bombay terselip ditengahnya. Sausnya sedikit kemanisan, but its ok. Cuman memang belum ada yang ngalahin our favourite Steak Cafe: Plato, di Salatiga. Di Cafe Galeri ini kami dapet free appetizernya berupa roti + butter, rotinya enak dan lembut banget di lidah. 

Beef Cordon Bleu
Walaupun gak berjalan sesuai rencana, its still a great day, new experiance, and kami belajar bahwa improvisasi itu perlu juga.

Morale of the story:  Sebagus apapun persiapan, selalu aja ada resiko untuk hal-hal yang tak terduga di perjalanan. So, always prepare for back-up plan. Oya, Always pray first. 

Planetarium Jakarta
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta 10330
Telp. 021- 2305146, fax.2305147
Tiket Masuk
Dewasa  Rp. 7.000,-
Anak-anak  Rp. 3.500,-
Jadwal Pertunjukan Teater Bintang
Selasa-Jumat,  16.30 WIB
Sabtu, Minggu, Libur Nasional, 10.00, 11.30, 13.00 dan 14.30 WIB
Libur Nasional (Jumat), 10.00, 13.30, 15.00 dan 16.30 WIB

Sabtu, 14 Mei 2011

Berenang tanpa cendol di Aquatic Fantasy


Perjodohan kami dengan Aquatic Fantasy bermula dari sekedar iseng browsing. Ada satu blog yang merekomendasikan waterpark ini, lagipula posisinya lumayan dekat dari rumah kakak saya di Sawangan.

Berangkatlah kami berenang (baca= maksa Panda ngajarin saya berenang) ke Aquatic Fantasy, meskipun ada dua waterpark sejenis di “seberang” rumah tante saya. Pinjem motor dan start dari rumah kakak, kurang dari 15 menit kami sampai ke Perumahan Telaga Golf Sawangan. Itupun sudah termasuk adegan nyasar, hehehe…

Kampungan yang kambuhan..
Begitu masuk di perumahan elit, langsung ngowoh (java: bengong). Lagi kumat kampungannya. Nuansa jalanan di sini begitu asri, lebar dan teduh, nampaknya maknyus buat jogging dan sepedaan.

Setelah membayar Rp. 35.000/pax kami dapat brosur dan cap di tangan oleh seorang satpam wanita. Sudah ibu-ibu dan sangat ramah. Aquatic, we’re coming…

7 Monyet, 1 Panda

Setelah masuk di arena, kami baru ‘ngeh’ kalau yang dimaksud Aquatic Fantasy itu sebenernya waterpark khusus anak-anak, kedalamannya aja cuma selutut kaki. Ini mah buat berenang Pepito-ponakan saya. Memang gak sebesar The  Jungle yang laksana istana cendol itu, tapi ini pun sudah oke, apalagi more cheaper. 

Kedalaman cuma selutut
Kami langsung ke Aquatic  Pool Garden, kolam renang untuk dewasa  yang juga punya area dangkal untuk anak-anak.

Fresh Water without Cendol..
Seuntas senyum mengembang di wajah kami. Tidak perlu berjubel layaknya cendol di pool yang lumayan besar ini. Padahal sekarang weekend, kemanakah para penghuni perumahan? Loncat sudah!!!

Second impression, airnya jernih ntah apa karena habis dikuras? Indikatornya simple, selain mata saya yang gak merah, airnya juga gak berbau hypochlorite. Panda mengiyakan, secara dia itu lebih sensitif kulitnya. Bisa dibilang selama kami renang berdua, ini kolam yang paling seger. 

Pancuran
Dimulailah muter-muter dengan satu-satunya gaya yang saya bisa: frog style, itupun gak lancar. However, big thanks for Panda, who has been patiently being my free private trainer. Big hugs for you, my dear.

Yang asyik lagi, bisa leyeh-leyeh (=berleha leha) di pinggir kolam dinaungi pohon palem yang teduh. Buat yang kelaparan, disini ada yang menawarkan jus buah segar dalam cup dan pop mie. Full service juga yah. Untuk Aquatic Fantasy malahan sebelahan sama café aquatic. Oya di pinggir Pool Garden ada beberapa saung yang nampaknya asik untuk nongkrong paska berenang sambil bawa bekal. 

Aquatic Pool Garden
Waterpark ini boleh jadi salah satu hidden gem di kawasan Depok. The stupid thing is, setelah kelar berenang saya baru tahu ada loker di ruang ganti. Kami baru foto-foto setelah berenang, karena takut kesorean. Next time, I’m definetly would bring little pepito here.  

Psst.. Sawangan ini biasanya macet, bila memungkinkan naik motor lebih disarankan.

I love the way you smile..
Morale of the story: listen to recommended place usually usefull.

AQUATIC FANTASY
Telaga Golf Sawangan
Jl. Raya Muchtar, Sawangan Depok
Telp. 021-77885588
Fax. 021-77881188
Email: telagagolf@simasred.com
HTM
<3 tahun                                  FREE
Senin-Kamis                             Rp. 30.000 
Weekend & Public Holiday        Rp. 35.000 
Jumat                                     TUTUP (kecuali Public Holiday) 
Jam Operasional
Senin  s/d Minggu: 08.00 – 18.00 WIB

Rabu, 11 Mei 2011

Memandang TMII sambil bergelantungan di Skylift


Acara plesir kali ini cenderung spontan, bisa dibilang totally unplanned. Bermula ketika saya menghadiri walk ini interview salah satu maskapai asing di Balai Kartini (5 Maret 2011) lalu. Pada tengah hari, pengalaman ajaib berjubel dengan mbak-mbak cantik nan tinggi (high heel’nya) ini berakhir sudah.

Saya mendapati Panda tersayang yang menyemangati dari sejak pagi tadi sedang duduk di lobi bawah bersama seorang ibu-ibu. Beliau juga sedang menghantarkan putrinya. Beralih ke Panda lagi:  I’m wondering. There’s a herd of pretty girls here, but he’s still looks cool. *melemparkan tatapan curiga ala Panda* 

Skylift = Gondola = Kereta Gantung
Rupanya dari tadi Panda udah kontak ke sohib masa kuliah saya: Lina & Vini. Rencana mereka hari ini akan jalan ke TMII. Sementara mereka masih terjebak macet di libur nasional ini, saya ganti kostum dulu dan makan siang di area Fatmawati.

After lunch, Panda kembali mengeluarkan jurus andalannya. Untuk ketiga kalinya di hari ini kami “ngawe” (java: melambaikan tangan), lalu masuk wahana *burung biru*. Kurang dari 30 menit plus ongkos Rp. 55.000 kami sampai ke TMII. Tiket Masuk TMII untuk dewasa, @9000/pax.



Setelah kontak-kontak, ternyata mereka udah nyampe duluan dan posisi sekarang sedang “bergelantungan” di atas Skylift. Kami segera menyusul ke terminal C, menyerahkan lembaran rupiah sebesar Rp. 25.000/pax (PP) dan siap mengantri. Sesampainya di antrian terdepan, pas mereka menapakkan kaki turun dari Skylift. Tungguin ya girls


Rata-rata pengunjung naik skylift beramai-ramai. Komposisinya orang tua plus anak-anak mereka, atau rombongan ABG. Kami cuma berdua, sudah bukan ABG pula. Hahaha..

Kereta gantung (= gondola; skylift) ini physically terlihat cukup “berumur”, namun saya yakin masih aman. Dari ketinggian 15-20 meter diatas permukaan tanah kami bisa melihat deretan pulau nusantara buatan, snowbay, waterpark, Istabon dll. 

 
Bagian paling disayangkan adalah silau! Panas terik matahari bikin kami mesti menyipitkan mata, ber foto pun susah. Namun tetap lumayan mengobati sakit hati akibat ketinggalan bianglala di Dufan kemarin. Ada yang clingak-clinguk, then, él me besa, he kisses me.

Dua anjungan aja udah lempoh..
Seturunnya dari Skylift, kami sudah ditunggu oleh dua sohib gila tercinta:  Lina & Vini, dan dikenalin dengan mbak Harsi. Doi ternyata wanita petualang, driver handal dan hobi fotografi, yippe.. (satu lagi korban potensial untuk diajak ngogleng).

Rencananya kami pengen menyewa sepeda yang muat untuk ber-5 itu, untuk mengunjungi anjungan demi anjungan. Karena daftar antriannya panjang, akhirnya kami berkeliling via mobil mbak Harsi. Itupun akhirnya kami hanya berhasil ke 2 anjungan: Sumatera Barat (Padang) dan Sumatera Utara (Batak karo dan toba) dan udah lempoh (=lelah) banget.



TMII was so big,  selain puluhan anjungan, masih ada deretan museum, teater keong mas, Istabon, waterpark, snowbay, dll yang layak tuk dikunjungin. Sebagai museum lovers, saya pun pengen ke Museum minyak-PP Iptek-Museum Energi -Museum Listrik-Museum Perangko-Museum Transportasi dll. 




Agenda selanjutnya adalah menculik dua sohib saya ini ke Depok. Sebelum mengejar KRL Ekonomi AC dari Manggarai, kami sempet “nyemil” di bakso Atom dulu. Dasar, dari jaman kuliahan dulu mereka tuh memang bakso addict, makanya jadi pada gembul. Cuma phinie aja yang bertahan kurus, ntah apa yang dipeliharanya di dalem perut, hahaha..

Finally, turun di stasiun Depok lama, dan sekali lagi “ngawe” *burung biru* untuk mengantar kami sampai rumah. Bagusnya hari ini diresmikan jadi hari taxi sedunia. We all tired, but there’s still enough energy buat ngobrol sampe pagi. Cccckkk.. dari dulu tidak berubah.
   
Morale of the story:  Being spontaneous is always fun and surprising, however, keep smart if you wont be surprised by the bills of taxi. LOL

Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
Kompleks TMII, Jakarta Timur
Telepon  : 021-8409214, 8409210, 8409270, 8409236, 8409239 ,
Fax : 021-8400709
Email : info@tamanmini.com 
HTM Pintu Gerbang
>3 tahun     Rp.   9.000,-
Mobil          Rp. 10.000,-
Motor         Rp.   6.000,-
Sepeda       Rp.   1.000,-
Skylift       
Rp. 20.000,- (weekday), Rp. 25.000,- (weekend)