Rabu, 25 Januari 2012

Museum Zoologi, Bogor

Panthera tigris, Museum Zoologi Bogor

Di libur hari raya Imlek yang identik dengan hujan kami nekad bertandang ke kota Hujan, Bogor. Sasarannya adalah mengunjungi Museum Zoologi  yang ternyata masih jadi bagian kompleks Kebun Raya Bogor. Perjalanan Duo Panda edisi mbolang to Bogor ini bisa dibilang kelanjutan dari trip ke Orchid House. Dari wisata flora, beralih ke wisata fauna. No need to worries, entrance fee ke museum ini juga sudah termasuk dalam tiket masuk ke Kebun Raya Bogor (KRB). Dari gerbang utama KRB, museum Zoologi ini bisa ditempuh dengan sedikit jalan kaki ke arah barat. 

Berbeda dengan atmosfir Griya Anggrek yang relatif sepi, museum ini penuh berjubel dengan pengunjung dari balita sampai orang dewasa. Koleksi  awetan Museum Zoologicum Bogoriense  ini jumlahnya puluhan ribu dari berbagai jenis fauna asli Indonesia. Secara umum koleksi ini dibagi menurut dua kategori subphylum Vertebrata dan Invertebrata. Pembedanya simpel saja, punya tulang belakang atau tidak. 

Koleksi Vertebrata
Rasanya kok seperti mengulang pelajaran di bangku sekolah aja. Vertebrata ini mencakup semua hewan yang punya tulang belakang dan sistem pernafasan, bisa paru-paru ataupun insang. Vertebrata terdiri dari 7 class: (3 class) pisces, amphibi, reptil, aves dan mamalia.

Karena bukan penggemar hewan-hewan yang berlendir, bersisik apalagi melata, jadi kita skip aja koleksi reptil, amphibi, dan pisces. Kebetulan museum ini juga lebih banyak didominasi hewan berbulu dari kelas aves dan mamalia. Koleksi mamalia yang menjadi highlight kami adalah satwa endemik Indonesia yang masuk kategori terancam punah.     

 Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Di pintu masuk kami disambut dengan tiga kerangka awetan hewan mamalia. Salah satunya Panthera tigris sumatrae alias harimau Sumatera yang masuk kategori critically endangered.  Dua spesies harimau asal Indonesia lainnya, Harimau Bali dan Harimau Jawa sudah dinyatakan punah. Karenanya mari selamatkan si kucing besar yang katanya doyan durian ini dari kepunahan.

Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus)

Kisah memilukan datang dari Badak Jawa Rhinocerus sondaicus berbobot 2 ton ini. Ini adalah Badak jantan terakhir yang hidup bebas di daerah Priangan, betinanya sudah ditembak mati oleh pemburu liar. Karena  nggak ada lagi kemungkinan berkembang biak,  sebelum didahului pemburu si badak jantan ditembak mati untuk kepentingan riset.

Landak Jawa (Hystrix javanica)

Hewan pengerat berbulu tajam ini sebenarnya termasuk satwa yang dilindungi oleh negara. Sayangnya pembantaian Landak Jawa ini nggak otomatis berhenti karena banyaknya orang yang mengincar dagingnya untuk dijadikan sate. 

Bekantan - (Nasalis larvatus)

Proboscis monkey atau Bekantan jantan ini cukup populer sebagai simbolnya Dufan. Monyet hidung panjang ini adalah satwa endemik yang tinggal di hutan bakau dan hutan pantai di pulau Borneo. Masuk kategori endangered karena penangkapan liar dan perusakan habitat hutan.

Panda & kerangka Paus Biru (Balaenoptera musculus)

Paus biru bukan hewan endemik Indonesia sih. Hewan terbesar di dunia  ini ditemukan  terdampar di Pantai Pamengpeuk, Priangan Selatan di tahun 1916. Berat kerangka ini 64.000 kg dan panjangnya 27,25 meter. Saking besarnya, Panda cuma bisa kebagian foto dengan ekornya aja. Paus Biru ini juga masuk kategori endangered karena komersialisasi minyak,  lemak dan dagingnya.   


Koleksi burung

Awetan terbanyak di Museum Zoologi nampaknya dari kelas Aves. Hampir seluruh jenis burung dan unggas ada di museum ini dari burung gereja yang kecil hingga kasuari yang beratnya puluhan kilo. Burung eksotis Indonesia juga menjadi koleksi seperti: Cenderawasih khas Papua, Jalak Bali, Elang Jawa dan Merak. Nampaknya jenis burung yang tidak bisa ditemui di Indonesia adalah Pinguin.   

Kasuari

Koleksi Invertebrata 
Secara sederhana, Invertebrata menunjuk pada hewan-hewan yang tak bertulang belakang. Invertebrata yang banyak dikoleksi di museum ini dari filum Artropoda yang sebagian besar mencakup serangga. Koleksi yang paling banyak adalah awetan kupu-kupu. Sekilas mengingatkan pada Butterfly Farm di Penang, bedanya museum ini fokus pada kupu-kupu asli Indonesia.

Kumbang Jawa

Koleksi Kupu-kupu

koleksi kupu-kupu

Museum Zoologi ini bisa jadi media edukasi dunia hewan yang efektif bagi anak-anak. Mestinya para orangtua bisa memanfaatkan dengan maksimal, terutama karena generasi muda sekarang nyaris tidak bisa menemukan satwa-satwa Indonesia di habitat alaminya dengan bebas. Jangan sampai keanekaragaman hayati Indonesia cuma bisa dinikmati di ensiklopedia belaka :)

Museum Zoologi, Bogor
Komplek Kebun Raya Bogor 
Jl. Ir. H. Djuanda no. 13, Bogor, Indonesia
Jam Buka
Everyday, 08.00 - 17.00 WIB 
HTM
Kebun Raya         Rp. 9.500 (termasuk Zoology Museum)

The Orchid House, Bogor

The Orchid House (Griya Anggrek, Kebun Raya Bogor)

Setelah 2 hari tepar justru saat long weekend, sisa libur Imlek 2012 berhasil diselamatkan dengan mbolang ke Bogor. Ini kali pertama kami naik KRL Commuter Line ke Bogor,  melewati stasiun-stasiun yang mengenaskan: jorok dan nampak kumuh. Kabar baiknya, perjalanan  Depok-Bogor butuh 1,5 jam naik mobil bisa dipangkas jadi 25 menit dengan KRL. 


Dari stasiun Bogor, kami melemaskan kaki sejauh 2 KM menuju Kebun Raya Bogor (KRB). Sebenernya sejak ada yang cerita mitos jalan-jalan ke KRB bisa bikin putus, Panda  agak paranoid diajak kesini. Sebagai manusia yang beriman dan demi menghibur pacarnya yang bete akibat tepar dan gagal ke Taman Safari, mau juga Panda diajak ke Orchid House di Kebon Raya. 

Agave for Tequila
 
Menurut peta, Orchid House ini terletak jauh di Timur Laut dari main gate KBR. Saking jauhnya ditambah kaki sudah terlalu lemes dan gerimis, baru sampai di Mexican Garden saja kami sudah berantem. Win-win-solutionnya adalah jalan balik, bayar Rp. 10.000/orang, naik Mobil Wisata dan turun di depan Orchid House


Mestinya simple ya. Kenyataannya kami  mesti melewati perdebatan antar emak-emak (dan rombongannya) yang rebutan giliran naik Mobil Wisata. Lima belas menit kemudian kami duduk di sebelah sang sopir yang sibuk mengoceh tentang isi Kebon Raya. Jadi membayangkan kalau saja dulu kuliah Struktur dan  Morfologi Tumbuhan sambil keliling-keliling begini pasti saya nggak bakal ngulang sambil manyun-manyun. Info bagus dari Mr. driver bahwa tumbuhan sukulen Agave ini digunakan untuk pembuatan Tequila, si mimik  jahat dari Mexico.

Griya Anggrek     

 Nakal Pandanya, jangan ditiru
Kereta wisata berhasil menurunkan kami depan Orchid House alias Griya Anggrek. Entrance fee sudah termasuk dalam tiket masuk Kebun Raya Bogor. Berbeda dengan suasana  hiruk pikuk di area Kebun Raya lainnya, Griya ini cuma dikunjungi  kami  dan sepasang bule. So silent. Secara umum rumah kaca ini terbagi atas dua bagian: Anggrek dan tanaman tropis. Mestinya ada ratusan jenis Anggrek aseli Indonesia disini, tapi nggak semuanya sedang berbunga. Anggrek yang sedang berbunga kebanyakan dari jenis Phalaenopsis atau Anggrek Bulan. Here some of our picture:  


Yellow Phalenopsis





  Hybrid

Dendrobium
Kurang tahu jenis Anggrek apa ini..

Purple Phalaenopsis
Phalaenopsis amabilis (white)
Phalaenopsis amabilis (white)

Purple Dendrobium

Sekian cuci mata dengan para Anggrek dan rebutan camera untuk nyobain fotografi makro. Meskipun belum berhasil bertemu Anggrek-anggrek langka lainnya, overall trip ini tetap memuaskan. Btw, rumah kaca ini sebenarnya cukup cozy, duduk diantara bunga-bunga cantik ini  juga bikin hati tenang. Rasanya betah berlama-lama disini, sayangnya ada yang keburu kelaperan. *lirik ke arah Panda*


Di Griya Anggrek ini juga dijual berbagai assesoris seperti: kaos, poster, pin, sampai bibit dan Anggrek Botolan. Ada bibit Nephentes (kantong semar) seharga Rp. 35.000/botol yang saya pengen, cuma nggak dibeli karena takut kami gak bisa meliharanya. Akhirnya kami beli pin bergambar Anggrek seharga @Rp.10.000,- untuk dipajang di tas jalan kami.  


Kenapa bunga Anggrek?
Nemu dari mbah Google, bahasa bunga untuk Anggrek adalah Cinta, Cantik, Keindahan dan Kebijaksanaan. Harapan inilah yang kiranya boleh senangtiasa hadir dalam tiap perjalanan kami. Amin. That's the happy story of Chinese New Year holiday. Gong Xi Fa Cai, Sing Cung Kyi Hi!


The Orchid House (Griya Anggrek)
Kebun Raya Bogor 
Jl. Ir. H. Djuanda no. 13, Bogor, Indonesia
Jam Buka
Everyday, 08.00 - 17.00 WIB 
HTM
Kebun Raya         Rp. 9.500 (termasuk Orchid House)
Kereta Wisata     Rp. 10.000/round
   

Minggu, 22 Januari 2012

Teman Perjalanan

Berdua lebih baik dari pada seorang diri, mungkin pernyataan tersebut dapat juga berlaku untuk travelling ala duo panda. Bagi kita berdua travelling bukan hanya sekedar berjalan, membuang buang waktu dan duit. Tapi lebih memaknai sebagai saat untuk saling mengenal satu dengan yang lain, waktu untuk berbagai dan menghargai serta waktu untuk mengenal dunia yang seolah olah sempit karena pikiran kita sendiri (padahal dunia ini besar dan indah dari yang kita bayangkan) dan terkadang menjadi pribadi yang menikmati freedom alias kebebasan, dimana tidak ada lagi belenggu schedule yang padat, tidak ada lagi tuntutan pekerjaan atau tuntutan – tuntutan yang lain. Dalam perjalanan tersebut kita dapat mengatur sendiri apa yang kita mau, bahkan ditempat yang tak seorang pun mengenal kita.

Dalam perjalanan – perjalanan ala duo panda, telah banyak teman – teman pendamping yang menemani, baik perjalanan dalam negeri maupun perjalanan luar negeri. Dari yang susah hingga yang mudah, namun dari perjalanan perjalanan itulah dapat mengenal satu dengan yang lain bahkan dengan orang yang baru kita temui sekalipun. Inilah teman-teman perjalanan duo panda yang memberi kita semangat dan berbagi cerita dalam penulisan blog duo panda, bahkan ada beberapa teman perjalanan yang merelakan untuk mengundang kita untuk diperkenankan menginap di salah satu keluarga atau saudara kita, bahkan ada beberapa teman perjalanan yang hingga saat ini masih berbagi cerita meski melalui facebook walau terpisahkan ribuan mil.

Teman – teman perjalanan keliling jakarta dan sekitarnya
(Kingkong Kecil, Lina, Panda Gembul, Panda Ndut dan Mbak Harsi sebagai kamera girl)




Teman perjalanan di Lombok (without Panda)
(Panda Ndut, Te Nik, Mas Pien)


Teman – teman perjalanan di pulau tidung
(Panda gembul, Ania, Nefita, Anne dan Panda Ndut dan Agung sebagai juru kamera)

Teman – teman perjalanan ke singapore I
(Yessi, Ratih,  Panda gembul, Panda ndut)

Teman perjalanan di Penang I
(Ming, Panda Gembul, Panda Ndut)
 
Semoga perjalanan ini tidak membuat rekan-rekan menjadi bosan dan malas untuk mengulang kembali perjalanan bersama duo panda, dan bahkan jika bersedia duo panda mau menjadi tour guide. Selain menambah wawasan lokasi wisata, makanan, budaya dan bahkan transportasi dan kehidupan keseharian sebuah kota yang kita singgahi akan membuat kita berdua lebih mensyukuri dengan apa yang bangsa ini miliki dan apa yang telah kita jalani bersama. Sungguh perjalanan yang menyenangkan bersama kalian semua.

Jumat, 20 Januari 2012

Jakarta Biennale#14.2011

Art Exhibition: Jakarta Biennale

"Jakarta adalah kota yang penuh paradoks. Segala hal yang berlawanan
bisa tumbuh bersama." 
-dikutip dari brosur Jakarta Biennale#14.2011


Aktivitas blogwalking membuat saya nyasar ke sebuah postingan blog milik seorang 'mas-mas' yang  sempat mengunjungi Jakarta Biennale#14.2011. Postingan hasil jalan-jalan yang dilengkapi foto karya-karya nan artistik tersebut berhasil meracuni kami untuk menyambangi  perhelatan seni rupa internasional dwi tahunan ini.  

Tema tahun ini adalah "Maximum City: Survive or Escape". Cocok dengan kondisi Jakarta yang makin sesak, makin maksimum dengan berbagai persoalannya. Ada kemacetan, kriminalitas, intoleransi, krisis lingkungan dan air bersih, kekerasan dan sederet daftar panjang lainnya. Seperti kebanyakan warga Ibukota, kami juga terjebak dengan dinamika dan problematika yang sama. Survive or Escape? Entahlah, setidaknya meski awam di bidang seni, pameran ini bisa menjadi refleksi pribadi dan membuat kami jadi lebih "melek" dengan kondisi sosial-ekonomi yang terjadi di sekitar Jekardah, si Ibukota yang penuh sesak.  
     
Maximum City: Survive or Escape?
Kami tiba di hari terakhir pameran ini diadakan, 15 Januari 2012 di Galeri Nasional. Saya dan Panda mengisi buku tamu dan menyadari bahwa mayoritas pengunjung adalah mahasiswa seni dari berbagai PTN terkemuka di negeri ini. Sebagai kaum awamers, kami seneng bisa menyaksikan pameran ini. Bukan hanya karena karya-karya seni yang unik nan nyentrik, tapi juga karena tiap karya mengandung filosofi yang dalam dan penuh makna. Here some of our favourites..

Connector by Bestrizal Besta

Connector menggambarkan kondisi zaman sekarang dimana tiap orang saling terhubung dengan jejaring komunikasi, kapan saja dan dimana saja. Kondisi yang diikuti dengan fenomena aneh dimana makin banyak orang tenggelam dalam lilitan kabel konektor gadget mereka. Orang semakin dekat  secara komunikasi tapi justru hubungan kemanusiaan antar sesama jadi semakin jauh.

The Gun Thinker - Setyo Priyo Nugroho

Robot berwajah manusia ini memperlihatkan sosok robot sebagai senjata yang berpikir. Karya ini mungkin menyindir masa dimana batas-batas antara robot dan manusia makin pudar. Manusia jadi makin mirip robot, yang semakin kehilangan rasa manusiawinya.

Abdi Setyawan

Kebetulan karya ini nggak ada deskripsinya, jadi kami cuma bisa berasumsi apa maknanya. Melihat anak-anak yang memegang senjata dengan wajah bengis membuat saya bergidik. Sekedar interpretasi pribadi, nampaknya  ini adalah kritik tentang anak-anak masa kini yang terekspose dengan kekerasan sedari kecil.

Penghuni Rimba Ibukota - Aris Prabawa

Penghuni Rimba Ibukota adalah manusia berkepala piranha. Bentuk sindiran atas manusia yang menjadi predator atas sesamanya. Manusia yang tega menghianati, menipu dan menyengsarakan orang lain demi kepentingannya. Sepertinya ini kritik pedas untuk berbagai kasus korupsi yang ditayangkan tiap hari di tv. 

Distoptia - Cipta Croft
Distoptia - Cipta Croft

Stand yang dibuat oleh director kreatifitas Trans Studio keren banget. Bertemakan science-fiction dan dipenuhi dengan elemen-elemen meka-robotik. Rasanya seperti berpetualang ke masa depan di era perang robotic. Serem euy!  

Berjuang Hidup - I Putu Edy Asmara

Karya seniman asal Bali ini sungguh eye catching sesuai dengan temanya: berjuang hidup. Penduduk Ibukota ibarat manusia yang dililit oleh benang-benang problema sampai-sampai nyaris tak ada lagi ruang gerak tersisa.

Karya-karya ini cuma sebagian kecil dari sekelumit problema ibukota yang dituangkan lewat tangan-tangan penuh talenta. Ada stand milik HONF (House of Natural Fiber), mengangkat tema ekosistem dengan deretan aquarium yang berisi lobster dan water plant dilengkapi LCD screen. Scree ini menampilkan protozoa yang bergerak kian-kemari, mikroorganisme yang tak terlihat tapi berkontribusi pada kehidupan. Mereka menyebutnya plankton, tapi dugaan saya sih ini kerabat si Paramecium. Kemanapun pergi selalu saja ada hal-hal berbau biologi, bahkan microorganism bisa masuk ke galeri seni. 

Its an another great experience. So, survive or escape?

Jakarta Biennale#14.2011
Galeri Nasional, Central Park, Taman Ismail Marzuki. 
15 Desember 2011 - 15 Januari 2012

Sabtu, 14 Januari 2012

Magnum Cafe Tutup Lapak

Alpen Rose

Postingan kali ini sebenarnya gara-gara terkontaminasi iklan Magnum yang katanya berhadiah wisata belanja sampai ke Paris. Dasar korban iklan, browsinglah saya kemudian. Bukannya dapet informasi tentang lomba yang diselenggarakan Magnum,  saya malah dapat info dari berbagai sumber kalau Magnum Cafe akan berhenti beroperasi setelah 15 Januari 2012. Itu artinya setelah 10 bulan beroperasi dan melayani lebih dari 320.000 pengunjung, Magnum Cafe buka tinggal sehari lagi. 

Sayang sekali cafe yang bisa membuat pengunjungnya rela berlama-lama ngantri ini ditutup. Bukannya saya dan Panda nggak kapok ngantri disana lho. Cuma di era dimana restoran dan cafe bersaing ketat untuk mendapatkan konsumen, rasanya aneh kalau cafe yang laris manis justru tutup lapak. 

Setelah mengitari isi blog nampaknya belum ada postingan tentang si Magnum Cafe ini. Karena database kocar-kacir akibat hilangnya laptop, akhirnya saya mesti download foto  lama dari folder di Facebook. Mengabadikan pengalaman di blog  ini barangkali bermanfaat kalau-kalau kami ingin bernostalgia semasa Magnum Cafe masih berjaya. 

The Kingdom of Magnum..
Kunjungan pertama kali kami ke Magnum Cafe adalah saat Festival Film Perancis  2011 yang diadakan di Grand Indonesia. Panda yang sudah lama ngidam berat kemari mesti memupuskan harapannya setelah melihat antrian yang seolah tak ada ujungnya. 

Kunjungan kedua kami bisa dikatakan berhasil. Kala itu masih bulan puasa, dengan penuh optimisme Panda yakin kami bisa melenggang masuk dengan mudahnya. Errr.. itu nggak sepenuhnya benar, sekalipun belum waktunya buka puasa kami masih harus mematung selama 15 menit sebelum bisa duduk. Itu masih lumayan mengingat beberapa teman mesti ngantri lebih dari 1 jam. 

Kemudian duduklah kami di singgasana bak putri dan pangeran sambil memesan menu. Sebenarnya kostum waiter dan waitress yang bergaya kerajaan ini tidak membuat kami yang berkostum kasual-santai jadi berasa anggota kerajaan. Tapi tetap saja pelayanan yang mengesankan. 

Prince Charming

Panda memesan minuman 'Prince Charming' (29k) berupa magnum chocolate truffle stick  yang diblend dengan sirup mojito dan coklat truffle dan 'Alpenrose' (39k) berupa dark cherries cheese cake dengan vanila ice cream dan toping lelehan cokelat. Eneg dengan gambar-gambar yang nampak sangat manis ini, saya pesan 'Court Jester ' (45k), yang secara umum mirip dengan Nachos plus berbagai toping, melted cheese dan jalapenos.  Astaga, jauh-jauh saya cuma pesen Nachos pake ngantri pula.

Saya sudah cukup senang melihat berbagai menu milik pengunjung lain, tapi gak cukup bernyali untuk order  yang sama takut  keenegan. Di seberang meja serombongan keluarga dan anaknya mengorder 'Crown Jewel', yaitu 3 varian magnum yang ditempatkan di semacam gelas wine raksasa bersama aneka buah dan cokelat. Serombongan anak muda memesan 'Grande Fountain Fondue', yaitu cokelat cair yang bisa dicelupkan magnum, potongan pisang dan stroberi. Mengerti kan mengapa saya merasa 'penuh' tanpa perlu nyicip.

    
My Prince Charming

Saya harus mengakui meskipun a bit expensive tapi servis, atmosfer dan penyajiannya memuaskan. Rasanya yah, gak jauh dari sebagaimana mestinya rasa magnum. Dingin, manis dan nyoklat dan enak dilihat. Sebenernya sayang kalau mesti buru-buru dimakan, cuma kalau kelamaan dipandang bisa-bisa melting sebelum masuk ke mulut. Finally, waktu itu mungkin jadi kala pertama dan satu-satunya kesempatan kami buat mencicipi Magnum dengan cara yang mewah. Bagi yang masih pengen merasakan ber-magnum ria di Magnum Cafe masih ada satu hari lagi.

Gimana soal lombanya?

Akhirnya ketemu juga jawabannya di website resmi Magnum di bagian National Promo. Silahkan dibaca sendiri ya, sementara saya bakal mulai ngumpulin stick Magnum siapa tahu dapet kami bisa dapet hadiah jalan-jalan sampe ke Paris. Amin. Hehehe..

Magnum Cafe
Grand Indonesia West Mall, Jakarta
11.00 - 22.00 WIB
(until 15 Januari 2012) 

Kamis, 12 Januari 2012

Sand Sculpture Festival, Sentul


- Ralph Waldo Emerson

Satu dari segelintir hal yang saya syukuri 'numpang' tinggal di salah satu kota satelit Jakarta adalah selalu saja ada acara-acara yang menarik untuk dikunjungi. Seolah memonopoli roda perekonomian nasional saja nggak cukup, kawasan megapolitan Jabodetabek sering dijadikan tuan rumah bagi berbagai festival berskala internasional. Festival pembuka di tahun 2012 ini adalah Indonesia Sand Sculpture Festival yang diselenggarakan di Alam Fantasia, Sentul City.

Saya sempet mentag liputan festival patung pasir yang pertama kali diadain di Asia ini di account facebook Panda. Beberapa hari kemudian Panda nongol bersama selembar complementary ticket berwarna merah. Tiket ini pemberian dari temen kantor dan berlaku untuk dua orang, horayy!  

On the Journey.. 
Kami berangkat bertiga bersama tante diantar si roda empat. Salah satu hal sederhana yang menguntungkan bagi seorang cewek  dalam perjalanan adalah tanggung jawab dalam berkendara. Ketika kedua kaki Panda bergantian menginjak rem, kopling dan gas, saya bisa duduk dengan kaki bersila. Ketika tangannya sibuk memutar stir mobil dan memindah persneling, jemari saya justru sedang bergulat dengan kulit kacang. Gemeletuk kacang yang digilas  si geraham membantu saya tetap melek. Bagi Panda, tidak ada yang lebih sadis dari pada ditinggal tidur pacarnya sementara dia menerobos kemacetan. Hehehe..

Setelah melewati beberapa adegan nyasar sebelum masuk tol Jagorawi, kami berhasil keluar di gerbang tol Sentul Selatan. Selanjutnya hanya perlu mengikuti deretan poster yang mengarahkan kita ke Alam Fantasia, immposible to get lost. Poster-poster ini beneran helpful. Sementara saya yang baru pertama kali ke Sentul City bener-bener menikmati udara yang sejuk dan lansekap jalan yang well design, ada jalur sepedanya pula. Border plantnya juga cantik, teduh dan sungguh menyejukkan mata. Membuat saya tiba-tiba pengen sepedaan. Seandainya daerah lainnya di Jabodetabek bisa begini..   

Patung Pasir di Sentul

Keberuntungan kedua adalah kami cukup tambah satu tiket seharga Rp. 50.000/pax,  padahal menurut hasil browsing harga tiket Rp. 75.000/weekdays. Errr, sayangnya  panitia kehabisan guidebook, jadilah kami berkeliaran tanpa petunjuk. Secara umum, festival ini dibagi dalam dua tenda dengan tema berbeda. Tenda yang pertama bertema Wonders of Indonesia. Patung pasir yang didisplay antara lain Candi Borobudur dan Prambanan, tokoh pewayangan seperti Rama-Shinta, Hanoman, sampai fauna-flora eksotik seperti Komodo dan Orang utan.

Borobudur & Monk 

Hanuman & Prambanan temple
Barong
Auntie & Balinese Girl
Pengetahuan yang terbatas soal "seni diatas pasir" membuat saya membayangkan  bakal menyaksikan patung-patung rapuh yang mudah ambruk. Nyatanya setelah ngeliat langsung,  patung-patung penuh detail ini cukup kokoh berwarna kecokelatan yang mengingatkan  saya pada tanah liat.  

Tenda kedua bertema Wonders of the World. Isinya kebanyakan adalah iconic building dari berbagai negara seperti: Liberty statue (USA), Sphinx & Pyramid (Egypt), Big Ben (England) dan beberapa binatang unik khas Aussie seperti koala, kanguru dan platypus. 

Sphinx
Panda and miss Liberty
Karya pematung Singapura

Panda & Russian Church Sclupture
Christ the Redeemer

Sejujurnya saya gak pernah membayangkan timbunan pasir bisa dikreasikan menjadi sedemikan rupa indahnya. Seniman sejati nampaknya bisa menggunakan apa saja menjadi karya seni. Dari 22 pematung  yang berasal dari berbagai negara ini, tak satupun yang berada di tenda, tak satupun juga yang berasal dari Indonesia. Bukannya Bali punya banyak pematung hebat yah?  

Bicara soal pematung, ada seorang yang menarik perhatian saya. Wanita yang bekerja full timer sebagai pemahat patung pasir yang mengkreasikan hewan eksotis Aussie ini ternyata punya gelar Master Biology. I wish she was there. Saya kepingin tanya apa yang membuatnya "pindah haluan"  bermain-main dengan pasir. Meskipun sudah jadi seniman fulltimer, nampaknya nuansa biologinya belum juga pudar. Selain minat yang besar pada fauna, cara pendeskripsiannya karyanya itu masih begitu ilmiah. Pematung mana yang mau repot-repot menjelaskan kalau Platypus itu meski berparuh bebek dan kakinya  berselaput termasuk dalam kelas Mamalia, bertelur tapi menyusui. See? 

Fenomena aneh lainnya adalah secara nggak sengaja ketemu guru SMP saya di Salatiga. Sudah 12 tahun lebih sejak kelulusan saya dari SMP dan tiba-tiba bertemu guru Biologi di Sentul City. Saya langsung mengenalinya karena si ibu ini nyaris nggak berubah, awet muda. Dunia memang sempit!
 
Big smiling face
Berakhir sudah trip perdana kami di awal tahun 2012, experiencing new things together.  Time to go home. Panda kembali sibuk dengan persneling dan saya dengan si kacang.  Thanks a lot dear :)   
Sand Sclupture Festival
Alam Fantasia, Taman Budaya Sentul City
18 Desember 2011- 28 Januari 2012
HTM
Weekday     Rp. 50.000,-
Weekend     Rp. 75.000,-