Selasa, 26 Juli 2011

TaxiCab Perdana di Singapore

Pengalaman perdana naik taxi ini dimulai dari Terminal 2 Changi Airport menuju Pasir Ris street. Ketika perjalanan keluar dari Changi Airport saya menikmati jajaran bougainvillea sebagai border plant mereka. Di Indonesia sih bougainvillea banyak, di rumah juga ada tapi tata lanskap disini yang membuat bunga simple ini jadi dekorasi tropical yang cantik. Belum lagi pohonnya, tinggi-besar, kuat dan rimbun, it so beautifull . It looks unusual as an Indonesian people to say this, but I love the Singapore trees!!!! Sayang sekali belum sempat berkeliling di dalam Changi Airport, katanya mereka punya beberapa indoor garden yang cakep. 

Buka Pintu Rp. 20.000
Back to taxi: kalau dilihat di peta Changi Airport ke Pasir Ris tampak relatif dekat, tapi tetep aja mesti bayar S$12 (= Rp. 84.000). Meskipun bayar rame-rame, rasanya masih terlalu mahal untuk perjalanan kurang lebih 10 menit’an itu. 

Taxi was so expensive here. Di Indonesia, regular taxi sekelas *burung biru* tarif buka pintunya (flag fall) Rp. 6.000, kalau di regular taxicab di Singapore flagdown farenya S$2.8 atau nyaris Rp. 20.000,-. 

Lucunya, selisih perbandingan tarif per kilometernya (metered fare) sebenarnya hanya sekitar 21-41%. Semisal, Rp. 3.000/km untuk *burung biru* versus S$ 0.2/385 m (kurleb Rp. 3.650/km) bila jarak tempuh ≤ 10 km, dan S$ 0.2/330 m (kurleb Rp. 4.250/km) setelah >10 km untuk regular Singapore taxicab. Tapi kita tahu kalau Singapore itu kecil dan bebas macet, lalu kenapa jatohnya tetap mahal?

Surcharge, surcharge, surcharge
Menurut saya yang bikin mahal taxi disini adalah bea tambahan alias surchargenya. Bea untuk booking mulai S$2.5, dan bisa lebih mahal lagi di jam-jam padat. Bea tambahan yang gak kalah mahal berdasarkan waktu, ekstra 35% dari metered fare untuk jam padat/peak hours dan ekstra 50% dari metered fare untuk late night (00.00-05:59 AM). 

Bea tambahan S$1 untuk hari libur nasional dan ekstra surcharge S$3 bila melewati area perkantoran (CBD= Central Bussines District) mulai setelah jam pulang kantor (5 pm – 12 pm). Naik taxi dari Changi Airportpun kena airport surcharge S$3, dan jadi S$5 di hari jumat-minggu dari jam 5 pm-12 pm. Biaya tunggu (waiting fee) di sini tarifnya S$0.2/45 detik atau kurleb Rp. 112.000/jam, hampir 4 kali lipat dibanding tarif tunggu di Indonesia yang Rp. 30.000/jam. Ada lagi, Ekstra 10% untuk pembayaran dengan Credit Card. Di negara ini nampaknya pepatah "Time is Money" bener-bener berlaku, inefficient makes you pay more. 

Pusing banget ngeliatnya, padahal di Indonesia naik taxi dari jam berapa aja sepertinya tarifnya flat, paling-paling bayar tarif tol. Saya gak tahu mesti bersyukur atau kasian pada kondisi pertaxian di Indonesia. Intinya bila goin' holiday with limited budget, maksimalkan penggunaan transportasi umum seperti MRT atau Bus SMRT. Kalaupun terpaksa naik taxi riset dulu biayanya di http://gothere.sg atau di www.worldtaximeter.com, supaya gak kaget ketika bayar. Masukkan alamat tujuan dengan spesifik, jangan lupakan detail hari dan estimasi jamnya karena berpengaruh sekali pada bea tambahannya (surcharge).     

I can’not see, You baca lah..
Taxi driver di Singapore biasanya bisa beberapa bahasa: Hokkien, Singlish (Singaporean-english) dan sedikit bahasa Melayu, hanya saja judesnya gak nahan. Karena tiap negara punya tata cara penamaan alamat yang berbeda, jadi kami agak bingung ketika menjelaskan perihal alamat tujuan kami. Di sms tertulis (nomer)-Pasir Ris Street-(nomer lagi). 

Si driver yang seorang chinese uncle gak paham dengan penjelasan kami, ketika disodori sms yang isinya alamat, malah marah-marah sambil bilang: I can’not see, you bacalah! Padahal mestinya bisa bilang baik-baik kalau dia gak boleh nyetir sambil baca, pokoknya very rude & banyak menggerutu. Soal servis, jauh bagusan *burung biru* lah. Di sini taxi benar-benar maximal untuk 4 orang, kecuali bila naik maxicab 7-seater yang bisa menampung 6 penumpang.

Finally, we arrived! Alamatnya dekat dari Loyang Point. Rupanya cara bacanya begini: nomor pertama itu menunjukkan blok apartment, nomor terakhir itu menunjukkan nomer jalan/lorong. Tak disangka, agenda pertama dari itinerary kami adalah bertamu di Singapore.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak..