Musem Nasional aka Museum Gajah |
Acara weekend Duo Panda selanjutnya (26/2/2011) ke Museum Nasional yang lebih dikenal sebagai Museum Gajah. Sepertinya patung gajah di pelataran depannya lebih famous, hehe. Berangkat dari Stasiun Depok Lama, kami bayar Rp. 5.500/pax untuk naik KRL Ekonomi-AC tujuan Jakarta Kota. Dari stasiun Jakarta Kota, kami menyebrang ke Halte Kota Transjakarta Koridor I (Jakarta Kota-Blok M) menuju Halte Monas. Agak berdesek-desekan, tapi lumayanlah untuk biaya Rp. 3500/pax dan lagi bebas hambatan. Turun di Halte Monas, nah, Museum Gajah ada persis di seberangnya.
Pacaran kok ke museum?
Maklumlah, kita berdua bukan warga aseli Ibukota. Bagus kan jeng-jeng sekaligus menambah wawasan. Sebelum masuk museum bahkan saya udah terkesan duluan sama trotoar jalan yang walking-friendly ini, lebar lagi teduh. Kata panda, Jl. Medan Merdeka Barat ini juga salah satu rute gowes. Nice!
Setelah bayar HTM Rp. 5.000/pax, kami masuk ke Museum yang besar, bersih, dan modern, begini tapi kok sepi yah? Animo masyarakat Indonesia untuk ke museum memang masih sangat kurang. Pantesan spanduk “Gerakan Nasional Cinta Museum” berkibar-kibar di pelataran depan.
Koleksi Arca: di dominasi Arca Hindu & Budha |
Pertama, kami jelajahi dulu bagian Arkeologi di lantai 1. yang didominasi Arca dewa-dewa Hindu dan Arca Budha. Sayangnya kurang terawat dan keterangannya minimal banget, Paling cuma nama arca dan usianya, padahal nilai historis (maupun ekonomis) pastinya luar biasa.
Di depan patung tertinggi: Arca Bhairawa |
Masih di lantai 1, kami beralih ke ruang koleksi Etnografi yang isinya berbagai perlengkapan kebudayaan suku & etnis di Indonesia. Display di ruangan ini lengkap banget, dari kain adat, pernak-pernik perlengkapan upacara, perhiasan, alat musik tradisional, patung/totem yang menakutkan dan berbagai peralatan tradisional sehari-hari. Ukurannya pun beragam, dari perhiasan adat yang kecil-kecil, sampe perahu kano tradisional papua yang gede. Sayang banget, baca infonya cepat-cepat karena banyak yang belum dieksporasi. Selain itu diruangan ini lumayan gelap dan aura singupnya itu lho, bikin garrr gerrr… (merapat ke panda sambil merinding...)
Kano Tradisional Papua di tengah ruangan yang 'singup' |
Tak berapa lama muncullah bule-bule yang serius banget mendengar celotehan tour guidenya. Andaikata museum ini yang ngelola bule, pasti bisa "direpackaging" jadi keren. Saya bukan anti-nasionalis lho. But honestly, orang asing biasanya punya sense of belonging dan tingkat apresiasi yang lebih ketimbang kita orang.
Diantara miniatur rumah adat |
Akhirnya kami pindah naik ke lantai berikutnya yang masih bertema etnografi. Kalau di TMII berisi replika rumah adat, di museum ini di display versi mini rumah adat. Lucu-lucu, tapi infonya itu loh, minim banget. Selain itu juga ada batu-batu prasasti diukir dengan aksara hanacaraka (sansekerta) yang rapi luar biasa. Di lantai 2 ini juga ada kain adat, peralatan bahari jaman dulu dsb.
Salah satu prasasti yang ditulis dgn aksara hanacaraka |
Kain tenun tradisional |
to be continued yah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan jejak..