Hamadryas Baboon si pantat merah |
Usia kami sudah menginjak pertengahan duapuluhan, tapi masih saja doyan pergi ke kebun binatang. Sayang sekali kalau hidup ini dihabiskan hanya untuk mengamati Homo Sapiens, spesies paling egois sedunia. Jadi setelah sekian banyaknya browsing dan searching, Singapore Zoo termasuk dalam list "wajib" pada perjalanan kami. Saya penasaran banget pada kebun binatang yang termasuk dalam daftar "10 kebun binatang terbaik di dunia" ini.
Sedikit "insiden" di hostel bikin kami kehilangan setengah hari dengan percuma sementara kebun binatang ini lumayan jauh dari pusat kota. Itinerary hari ketiga terlanjur berantakan. Untung agenda ke Mandai Zoo (nama lokalnya Singapore Zoo) masih bisa diselamatkan. Sedikit kesiangan, tapi kesampaian juga.
Panda lepas dari kandang |
Akhirnya sampai juga di Singapore Zoo. Kami menyerahkan lembaran $50. Tiket masuk per orang sebesar $20 (sekitar Rp. 140.000,-) dan $5 untuk keliling dengan tram seharian. Harga ini nyaris dua kali lipat lebih mahal dibanding tiket masuk Taman Safari Cisarua, kebun binatang Indonesia termahal yang pernah saya masuki (and one of my favourite zoo).
Ini dia yang jadi ujung tombak keistimewaan Singapore Zoo: konsep open cages atau tanpa kandang. Hewan-hewan disini diperlakukan lebih "manusiawi". Bukannya dikurung dalam kerangkeng besi yang sempit, mereka dibiarkan bebas berkeliaran pada suatu bidang lansekap yang dibuat semirip mungkin dengan habitat alami mereka. Istilah kerennya enklosur.
The Animal
Dalam keterbatasan waktu sementara ada banyak obyek yang tersedia, kami menemukan metode paling aneh untuk mengelilingi sebuah kebun binatang. Duduk sambil membaca peta sambil membiarkan tubuh kami dibawa berkeliling oleh tram. Setelah satu putaran penuh, kami kembali ke titik semula dan selesai berkompromi hewan-hewan mana saja yang bakal kami kunjungi lebih dulu. What a wierd method. Here some animal we've seen:
African Penguin |
Banded Mongoose: Musang Afrika |
African White Rhino's |
Kalau ditanya apa bedanya African White Rhino's dengan badak kita yang ada di ujung kulon sana, saya cuma tahu satu jawaban. White Rhino's ini bercula dua, sedangkan Javan Rhino's bercula satu.
Orang Utan |
Mandrill |
Primata Africa ini mudah dikenali karena warna hidung yang kemerahan dan pipi yang kebiruan, pokoknya warna-warni. Seingat saya, karakter Mandrill ini dipakai jadi tokoh "dukun" di kartun Lion King.
White Tiger |
Hamadryas Baboon |
Kalau ditanya satwa mana yang paling aneh dan menarik, saya pasti jawab si Hamadryas Babon. Pantat besar berwarna merah itu sungguh eye catching. Baboon yang hidupnya di negara-negara tanduk Afrika dan semenanjung Arab yang kering, berbulu cukup lebat dan panjang. Apa nggak gerah ya? Meski bentuk dan warna pantatnya eksotis, hewan ini ternyata cukup disakralkan lho di jaman Mesir kuno.
..tada.. with elephant fossil |
Dari empat animal show yang ada, kami berkesempatan lihat dua: 'Splash Safari Show' dan 'Elephant at work and play show'. Si Splash Safari show ini menampilkan seekor Singa Laut California yang berenang cepat dan lihat menangkap frisbee. Simpel tapi interaktif. Contohnya ketika seorang bule Canada ditantang melemparkan frisbee dari jarak cukup jauh. Kalau gagal ditangkap, si bule ini harus menceburkan diri ke kolam, only for a joking, tapi si Singa Laut ini berhasil menangkap semua lemparan itu. Kabarnya, Singa Laut punya keseimbangan sebagus Gajah. Great Job! Ada juga beberapa moment dimana si Sea Lion yang usil ini berenang cepat sambil mengibaskan ekornya, alhasil penonton yang duduk di depan (splash area) pun jadi basah, dan tetap senang.
Show kedua adalah pertunjukan empat gajah Asia. Indonesia diwakili oleh Jati, seekor Gajah muda dari Sumatera. Berlatar belakang camp penebangan kayu, para Gajah membantu meringankan pekerjaan manusia. Mereka saling lomba mendorong dan mengangkat log-log kayu yang berat, bahkan cukup cerdas untuk mengembalikan kayu gelondongan itu kembali ke tempatnya semula. Dipandu oleh seorang nona India yang manis, show ini dikemas dengan jenaka. Saya paling senang sewaktu si Gajah ini pura-pura mati
Adegan pada Elephant at Work and Play Show |
(Another) Reflection
Duo Panda @Singapore Zoo |
Pengalaman baru berkeliling di kebun binatang di negeri orang ini menyenangkan, banyak wawasan baru dan menyisakan sedikit perenungan bagi saya. Beberapa perenungan (poin pertama dan keempat) dihasilkan ketika saya dan Panda sedang duduk cukup lama di depan enklosure Hamadryas Baboon. Sebenernya kami sedang 'sedikit' bertengkar waktu itu (sudah lupa karena apa), tapi ternyata ada manfaatnya juga kami terdiam saat itu:
Satu, beberapa satwa eksotis yang dipamerkan di Singapore Zoo ini beberapa berasal dari Indonesia, such as: Komodo, Bekantan Kalimantan (simbolnya Dufan), Gajah Sumatera, Babi Rusa dan Lutung Jawa. Orang Utan bahkan menjadi satwa unggulan di kebun binatang ini. Ah Meng, seekor orang utan Sumatera dulu bahkan pernah menjadi maskot Singapore Zoo, sayangnya monyet berkelamin betina ini mati di tahun 2008.
Dua, kami belum sempat memasuki Fragile Forest. Tapi dari yang saya baca di website mereka, Hutan buatan ini diperkaya dengan arsitektur dan display artifak suku Asmat dari Papua. Aspek budaya yang coba diusung dari suku ini adalah gambaran kedekatan hubungan manusia dengan alam.
Tiga, Di Singapore saya baru tahu bahwa dari 8 sub-spesies harimau, 3 sub spesiesnya telah punah, dua diantaranya adalah Harimau Jawa dan Harimau Bali. Sedangkan Harimau Sumatera yang masih eksis kini berstatus satwa kritis yang terancam punah (critically endangered).
Empat, sebenarnya sudah ada beberapa kebun binatang di Indonesia yang menerapkan konsep 'open cage', seperti: Taman Safari Cisarua di Bogor, Batu Secret Zoo di Malang, dan Pusat Primata Schmutzer di Jakarta. Ketiga kebun binatang ini tidak kalah memukau bagi saya, tapi sayang sekali tidak terlalu populer bagi pengunjung mancanegara.
Saya tidak sedang protes karena satwa-satwa asli Indonesia lebih tenar di negeri orang. Karena eksistensi sebuah kebun binatang bukan masalah komersialisasi saja, tapi juga kontribusi positif berupa konservasi ex situ dan edukasi. Bukan pula mempermasalahkan diadopsinya salah satu budaya suku di Indonesia. Bagi saya itu justru kebanggaan, nilai positif bila filosofi suku Asmat menjadi inspirasi hubungan manusia dan alam yang ideal dikala masyarakat sebangsanya justru banyak yang mengabaikannya.
Saya cukup sedih mengetahui negara kita yang mewarisi kekayaan ragam flora-fauna ini tidak bisa menjaga aset bangsanya. Sebelum protes, apa kita sudah melakukan yang terbaik untuk menjauhkan mereka dari kepunahan? Modern Zoo kita tidak kalah memukau kok. Tapi kalau boleh jujur kita ini belum siap sampai level 'go international'. Baru menyenggol soal infrastruktur, akses kemana-mana ruwet, dimana-mana macet, transportasi publik masih berantakan, toilet-toilet di stasiun masih saja pesing dll.
Mengerti masalahnya? Di Indonesia, membangun kebun binatang yang hebat saja belum cukup, banyak hal yang harus dibenahi. Sehari di Singapore Zoo, banyak yang kami pelajari dan renungkan. Thanks God its done.
Singapore Zoo
80 Mandai Lake Road
Singapore 729826
http://www.zoo.com.sg
Opening Hour
8.30am to 6.00pm daily
(Last ticket sale at 5.30pm)
Rates
Adult S$20.00
Child (3 to 12 years old) S$13.00
tram S$ 5.00
http://www.zoo.com.sg
Opening Hour
8.30am to 6.00pm daily
(Last ticket sale at 5.30pm)
Rates
Adult S$20.00
Child (3 to 12 years old) S$13.00
tram S$ 5.00
Direction
take MRT alight at Ang Mo Kio station (NS16), take bus service 138 to Singapore Zoo.
take MRT alight at Ang Mo Kio station (NS16), take bus service 138 to Singapore Zoo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan jejak..