Jumat, 29 April 2011

Gagal Memanjat Monas, Jakarta

di depan tugu Monas

Selepas mengeksplorasi Museum Nasional (26/2/2011) kami lanjut ke Monumen Nasional (Monas) yang letaknya bersebrangan. With a few step, kami sampai di gerbang masuk menara setinggi 137 meter itu. 

Baru ditinggal jeprat-jepret sebentar sudah ditinggal tram wisata, yang kemudian kami tahu itu tram yang terakhir jalan. Akhirnya kami mendekati tugu yang dikelilingi pagar dan nggak jelas dimana jalan masuknya. Panda baru pertama kali kemari, terakhir kemari saya mungkin baru berumur  sekitar 3 tahunan. And we have no enough information about this place

Setelah tanya-tanya ke pedagang setempat, katanya jam setengah 3 udah gak bisa lagi masuk ke dalam Monas. Matahari masih bersinar terang, dan Monas udah tutup? Akhirnya kami cuman bisa bengong memandang rombongan bahagia yang dijemput pulang oleh tram.   

A bit disappointed, kami menyeret kaki kembali ke halte busway Monas dan kembali ke halte Jakarta Kota (Rp. 3500/pax). Turun dari halte, kami kembali mengadu keberuntungan karena ada banyak museum di kawasan ini.

Panda di taman pelataran Monas

Wajah memelas..
Dari satu pintu ke pintu lainnya kami kembali dengan wajah memelas. Museum Bank Mandiri, Museum BI, Kompleks Museum Fatahillah = ALL CLOSED. Ini bahkan belum jam 4 loh, kata saya dalam hati. Astagaaaa..mau jadi apa negara ini kalo weekend begini museum ikutan tutup cepet?!? 
  
Kembali bengong, kami berdua duduk di pelataran Kota Tua. Persis di depan mata saya, berjejer sepeda “onthel” yang disewakan, berikut sepasang topi belanda-khas wisata Kota Tua. Tapi kami terlalu ilfeel untuk sepedaan. Bolak-balik dikerumuni anak kecil peminta-minta dan pengamen jalanan-yang-suaranya-bikin-kuping-gatel akhirinya kami angkat kaki.

Sedikit berlari-lari ke Stasiun Kota, puji Tuhan, gak ketinggalan Depok Express (Rp. 9000/pax).  Kami turun di Stasiun Depok Baru. Bagian yang paling menyenangkan sebenarnya, ketika kami bisa menertawakan kesialan kami hari itu. We’ll gonna back for Monas & Kota Tua for sure!  

 cengar-cengir dari jauh

Psst… setelah pulang dan browsing, ternyata gerbang masuk Monas itu di deket patung kuda, dan masuk lorong bawah tanah untuk masuk ke museum. Bayar tiket setelah masuk gerbang, nanti kalau mau ke puncak naik lift, bayar tiket lagi dan katanya antri-nya gila-gilaan pula.
 
Morale of the story:
Before go over there, get any information as much as we need.  Jangan juga sampe “malu bertanya, kepaksa browsing di jalan”. *sambil melirik ke arah Panda*  

Monumen Nasional (MONAS)
Silang Monas, Jakarta Pusat 10110
Telp. (+6221) 70649354, 70234627
HTM  
Lapangan, FREE
Pelataran Tugu Monas, Dewasa Rp. 2.500-, Anak-anak Rp. 1.000,-
Puncak Monas, Dewasa Rp. 7.500,-, Anak-anak Rp. 3.500,
Jam Operasional
Senin-Minggu: 08.00-15.00 WIB
Senin pada minggu terakhir TUTUP



Rabu, 27 April 2011

Ayo ke Museum Nasional (Gajah) … Part 2

Miniatur kapal layar Phinisi
Masih di jelajah Museum Nasional (26/2/2011). Di lantai 2 kami fast watching ke koleksi geografi yang isinya didominasi benda-benda jaman kolonialisme Belanda dulu dan peralatan berlayar jaman jadul. Kalo gak salah lihat, ada peta kuno Asia tenggara yang berbeda dengan peta modern. Pulau-pulau Indonesia keliatan gendut, apalagi Kalimantan dan posisi koordinatnya juga kurang tepat. Padahal peta ini mungkin dulunya juga dipakai sebagai acuan navigasi untuk berlayar. Katanya sih, kartogafer jaman dulu sampai menyisir garis pantai untuk membuat sketsa, bereksplorasi untuk mengukur jarak, arah, dan membuat skala. Hebat juga, jangankan GPS, yang bikin satelit aja mungkin belum lahir. Step to next floor, kami masuk zone favorit: koleksi purbakala.


Nostalgia Kuliah Evolusi...

Papanda di depan gambar nenek moyang
Ruang koleksi purbakala yang masuk di area bangunan baru ini udah ditata fresh & modern. Membaca narasi tentang “Hawa Mitokondria” dari Afrika, yang diduga adalah nenek moyang manusia modern yang hidup 200.000 tahun lalu, membuat saya bernostalgia. Tiba-tiba saya teringat kuliah Evolusi-nya Pak Ferry Karwur, Ph.D dulu, dari perdebatan soal teori Darwin sampai laporan praktikum-praktikum Biologi Sel & Molekuler yang bikin melek sampai pagi. I miss that moment so much


Panda Purba Pembuat Api
Sementara itu Papanda malah lagi cengengesan liatin patung teman-temannya, pake adegan pura-pura bikin api pula, dasar 4P = Panda Purba Pembuat aPi. Maksa banget, hihihi. Sayang banget, museum segede kok gak ada fosil dinosaurusnya, siapa tahu para dinolovers jadi tertarik ke museum untuk melihat kegagahan fosil T-rex. Adanya fosil taring kuda nil purba dan fosil rahang bawah gajah purba, itupun hanya secuil fosil tanpa gambar pula.

Fosil lain yang lebih menonjol yaitu tulang paha dan tengkorak Pithecanthropus erectus alias manusia jawa temuan E. Dubois. dan kerangka manusia purba di dalam makam. Saya jadi nyesel karena dulu pas kuliah gak sempet ikut praktikum lapang ke Sangiran.

Pithecanthropus erectus alias Manusia Jawa

Selepas dari koleksi purbakala, kami sempat masuk ruang koleksi keramik, lagi-lagi fast watching karena ada agenda ke monas juga. Koleksi keramik kebanyakan dari jaman dinasti-dinasti Cina. Kami juga gak sempat masuk ke koleksi numismatik yang mendisplay benda-benda berbau uang, koin dll.  Kurang dari 3 jam kami di Museum Nasional dan belum benar-bener mengeksplorasi semuanya, maybe it will need a whole day. Di museum ini ada elevator & lift, jadi yang mau kemari gak perlu khawatir capek naik-turun tangga. Monas we’re coming…!     

Morale of the story:
People said: “kita bisa menilai sejauh mana sebuah bangsa menghargai sejarah negerinya, dari cara mereka menata museumnya”. But I said:”Kita bisa menilai karakter generasi muda sebuah bangsa dari statistik jumlah pengunjung ke museum. 

Psst... dari angka yang hanya segelintir itu pun, sebagian adalah *hasil paksaan sekolah aka study tour* -yang-walaupun-sudah-diberi-tugas-tetep-aja-sibuk-jeprat-jepret-sambil-narsis. Hehehe…


Museum Nasional Republik Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat 12, Jakarta Pusat  10110
Tel. (021) 3868172, Fax. (021) 3447778,
HTM:
Dewasa Rp. 5.000,-, Pelajar & Anak-anak Rp. 2.000,-
Jam Operasional
Selasa-Jumat: 08.00-16.00
Sabtu-Minggu: 08.00-17.00
Senin & Hari libur nasional TUTUP


Minggu, 24 April 2011

Ayo ke Museum Nasional (Gajah) ... part 1

Musem Nasional aka Museum Gajah
Acara weekend Duo Panda selanjutnya (26/2/2011) ke Museum Nasional yang lebih dikenal sebagai Museum Gajah. Sepertinya patung gajah di pelataran depannya lebih famous, hehe. Berangkat dari Stasiun Depok Lama, kami bayar Rp. 5.500/pax untuk naik KRL Ekonomi-AC tujuan Jakarta Kota. Dari stasiun Jakarta Kota, kami menyebrang ke Halte Kota Transjakarta Koridor I (Jakarta Kota-Blok M) menuju Halte Monas. Agak berdesek-desekan, tapi lumayanlah untuk biaya Rp. 3500/pax dan lagi bebas hambatan. Turun di Halte Monas, nah, Museum Gajah ada persis di seberangnya. 

Pacaran kok ke museum?
Maklumlah, kita berdua bukan warga aseli Ibukota. Bagus kan jeng-jeng sekaligus menambah wawasan. Sebelum masuk museum bahkan saya udah terkesan duluan sama trotoar jalan yang walking-friendly ini, lebar lagi teduh. Kata panda, Jl. Medan Merdeka Barat ini juga salah satu rute gowes. Nice! 

Setelah bayar HTM Rp. 5.000/pax, kami masuk ke Museum yang besar, bersih, dan modern, begini tapi kok sepi yah? Animo masyarakat Indonesia untuk ke museum memang masih sangat kurang. Pantesan spanduk “Gerakan Nasional Cinta Museum” berkibar-kibar di pelataran depan.
Koleksi Arca: di dominasi Arca Hindu & Budha
Pertama, kami jelajahi dulu bagian Arkeologi di lantai 1. yang didominasi Arca dewa-dewa Hindu dan Arca Budha. Sayangnya kurang terawat dan keterangannya minimal banget, Paling cuma nama arca dan usianya, padahal nilai historis (maupun ekonomis) pastinya luar biasa. 

Di depan patung tertinggi: Arca Bhairawa
Masih di lantai 1, kami beralih ke ruang koleksi Etnografi yang isinya berbagai perlengkapan kebudayaan suku & etnis di Indonesia. Display di ruangan ini lengkap banget, dari kain adat, pernak-pernik perlengkapan upacara, perhiasan, alat musik tradisional, patung/totem yang menakutkan dan berbagai peralatan tradisional sehari-hari. Ukurannya pun beragam, dari perhiasan adat yang kecil-kecil, sampe perahu kano tradisional papua yang gede. Sayang banget, baca infonya cepat-cepat karena banyak yang belum dieksporasi. Selain itu diruangan ini lumayan gelap dan aura singupnya itu lho, bikin garrr gerrr… (merapat ke panda sambil merinding...)

Kano Tradisional Papua di tengah ruangan yang 'singup'

Tak berapa lama muncullah bule-bule yang serius banget mendengar celotehan tour guidenya. Andaikata museum ini yang ngelola bule, pasti bisa "direpackaging" jadi keren. Saya bukan anti-nasionalis lho. But honestly, orang asing biasanya punya sense of belonging  dan tingkat apresiasi yang lebih ketimbang kita orang.


Diantara miniatur rumah adat
Akhirnya kami pindah naik ke lantai berikutnya yang masih bertema etnografi. Kalau di TMII berisi replika rumah adat, di museum ini di display versi mini rumah adat. Lucu-lucu, tapi infonya itu loh, minim banget. Selain itu juga ada batu-batu prasasti diukir dengan aksara hanacaraka (sansekerta) yang rapi luar biasa. Di lantai 2 ini juga ada kain adat, peralatan bahari jaman dulu dsb.

Salah satu prasasti yang ditulis dgn aksara hanacaraka
Kain tenun tradisional
to be continued yah...

Rabu, 20 April 2011

Uji Adrenalin di DUFAN, Ancol


It’s our first time go to Dufan, as a couple. Panda sengaja cuti hari Rabu, 16 Februari 2011 buat menghindari antrian Dufan yang mengerikan pas weekend. Sedikit ribut gara-gara ketinggalan Depok exspress, dari Stasiun UI Depok kami naik KRL ekonomi AC dan (akibat salah turun, hehe..) sambung ke KRL non-AC ke Stasiun Jakarta Kota. Nggak mau habisin waktu, kita naik Taxi sampai di gerbang Ancol dan bayar TIJA 15.000/pax. Di Dufan kami bayar 120.000/pax untuk tiket regular weekdays. Kok rame banget? Ternyata banyak rombongan siswa lagi study tour, kemarin tanggal merah juga sih.  What we can say? 

Dari Kuda-kudaan Sampai Jejeritan..
TURANGGA RANGGA. Di film-film, naik komidi putar bareng pacar tuh salah satu romantic moment. Berhubung kanan-kiri kami rata-rata anak-anak bersama emak mereka, rasanya malah kaya “Silly couple at the wrong place”. 

Naik Turangga Rangga aka Komidi Putar

KORA KORA.  Kesalahan kami paling fatal. Wahana berbentuk kapal yang ketika puncak berayun nyaris mencapai 90⁰ ini bikin jantung serasa mau copot. Udah extreme, pelan pula ayunannya, bikin terjangkit nausea. Sialnya lagi, rombongan yang naik bareng kami berteriak minta tambah, eh, dikasih pula sama petugasnya. Aaargh… diayun lagi, saya cuman bisa merem sambil mencengkeram lengan Panda. Ketika turun, dengan kepala migrain, kami berikrar dalam hati gak bakalan naik kora-kora “Jah***m”  ini lagi.   

ISTANA BONEKA. Untuk melenyapkan nausea akibat Kora-Kora, kami ke wahana IstaBon yang “Jinak”. Sembari naik perahu air menyaksikan boneka animatronik  dan arsitektur bernuansa beragam etnis di Indonesia dan berbagai bangsa. Plus diiringi theme song yang aransemennya disesuaikan masing-masing kawasan. Sebenarnya wahana ini edukatif banget, sayang kok maintenancenya kurang, masih boneka2 yang sama sewaktu saya kecil dulu. But its still great way to educate children.
 
ALAP ALAP. Bisa dibilang semacam mini-jet coaster versi anak-anak. serem sih enggak, tapi saya inget banget kalo wahana ini pas nikung, kita bisa kegencet  sm sebelah kita & kebanting membentur pinggiran yang keras itu. Saya ogah naik, alhasil Panda ngantri sendiri. Beruntunglah dia, karena duduk sendirian jadi gak terlalu berasa kebanting waktu kereta ngepot ke kanan-kiri. 

the famous one: Halilintar

HALILINTAR. Favourite ridenya banyak orang, include us. Akhirnya kesampean juga naik Jet Coaster bareng Panda.  We would love to ride it for a several times, asal skip dulu the queque

TORNADO. Sebenernya saya pengen banget nyoba wahana ini, tapi terlanjur ilfeel. Tornado barusan kelar direpair karena ada satu seat yg pengamannya gak mau ngunci. Setelah kelar 3 kali di test drive tanpa penumpang, dan aman, Panda nekat ikutan ngantri. Dari kejauhan saya cuma berdoa dalam hati, sembari ngeliat Panda tercinta diputer-puter 360⁰ diatas sono. Puji Tuhan, gak terjadi apa-apa, biarpun pas turun sempet pada comment kalo tadi diputernya lebih lama ketimbang biasanya.  Hii…

JOURNEY TO THE CENTER OF EARTH. Di Teater Simulator ini lebih dulu kita diintroduksi dengan nonton cuplikan film petualangan Journey to the Centre of Earth. Setelah itu kita duduk di kursi simulator yang bisa bergerak-gerak, lalu kita lihat kelanjutan cerita plus ikut ngerasain adegan meluncur naik-turun via kereta tua menuju pusat bumi. Asik kok.

Panda di depan bola dunia yang krowak

KICIR KICIR. My most favourite ride, kita bakal diputer-puter ke segala arah. Padahal udah excited banget di perjalanan, eh sampe sana cuma bisa ngowoh (=melongo), karena wahana ini closed for maintenance. Aaarghhh…!

ARUNG JERAM. Ini wahana yang memecahkan rekor antrian paling panjang, kita sampe harus ngantri 1.5 jam lebih, demi naek ban raksasa ngelewatin arus air dan pasti basah. But its truly fun, even if naiknya cuma bentar doang. Bawa baju ganti is a must

NIAGARA-GARA. Karena terlanjur basah, sekalian kami ke Niagara-gara yang basah-basahan juga. Ni yang paling bikin panda sewot karena nurut dia kurang safe, gak ada safe belt dkk. Kita mesti pegangan sendiri di perahu yang bentuknya mirip log kayu. Karena terlanjur stuck di tengah-tengah antrian, dan kondisi baju yg masih jauh dr kering Lanjutlah ngantri 1 jam lebih. Akhirnya kami meluncur dengan cepat dr puncak rel sampai kesemprot air dan basah lagi. 

HYSTERIA. skip, karena kayanya terlalu extreme, hehe..

BIANGLALA.  Rencana awal naek Ferris Wheel yang katanya setinggi 33 meter ini ntar pas sunset, dengan pemandangan menghadap cakrawala dan laut. Apa daya, kelamaan ngatri di Niagara-agara, jadi Bianglala udah closed. Hiks. 

Si Panda yang manyun

RUMAH MIRING.  Ntah karena udah kecapean atau kehabisan tenaga, tapi pas jalan di dalem rumah miring ini berasa berat banget. 

Info yang terlewatkan..
Di ujung petualangan kami, baru ngeh kalo ada counter  yang jual Fast Trax ticket seharga 120.000,- untuk 6 wahana tanpa antri. Worth banget sebenernya mengingat panjangnya antrean, tapi mulai april 2011 ada ONE DAY VIP PASS/Premium Tiket,  bebas antri untuk 12 wahana favorit dan bisa naek berkali-kali. Setelah satu cup es serut buatku dan sebatang Magnum buat Panda, dengan lempoh (= lelah) kami menyeret kaki masuk Taxi buat pulang. But Its not the end darling, its just begining.  

Morale of the story: cuma ada 2 cara tetap nyaman di Dufan, choose: A) Spent extra money, beli Premium Ticket, untuk menghindari long queque, bisa naik berkali-kali bagi para adrenaline addict. B) Beli Pain-killer gel untuk kaki yang pegel akibat kelamaan berdiri.  


Dunia Fantasi, Taman Impian Jaya Ancol
Tiket Masuk Ancol (TIJA) Rp. 15.000,-
Regular Tiket Dufan,
Weekdays Rp. 120.000,-
Weekend & National Public Holiday Rp. 150.000,-
One Day VIP Pass (Premium Ticket)
Weekdays Rp. 250.000,-
Weekend& National Public Holiday Rp. 300.000,- 
Jam Operasional 
Senin sd Kamis : 11.00 - 18.00 WIB
Jumat : 13.30 - 20.00 WIB
Sabtu, Minggu, Libur Nasional : 11.00 - 20.00 WIB
CS Dunia Fantasy: (021) 64712000